Sekjen PB PASI Tigor Tanjung menilai adanya World Athletics Label mendorong penyelenggara Borobudur Marathon (BorMar) lebih memberikan rasa aman dan nyaman pelari karena ada aturan yang harus dipatuhi. Aturan itu seperti pengukuran rute, sterilisasi jalanan, jumlah water station, tenaga medis, dan keberadaan rumah sakit.
''Kami apresiasi BorMar yang sudah mengantongi World Athletictis Label. Ini tentu sudah melalui asesmen dari beberapa pelaksanaan lomba sebelumnya. Sebagai lomba lari di jalanan, fokus pada pelari itu penting. Jangan sampai, misal, rutenya masih ada kendaraan yang lewat. Tersedianya titik-titik water station maksimal 5 km atau kurang dari itu,'' kata Tigor seperti dikutip dari keterangan dari Panpel BorMae 2024 yang diterima di Semarang, Selasa (26/11).
Label dari World Ahtletics, kata dia, juga akan memacu panitia BorMar untuk meningkatkan SDM yang menangani. Tigor berharap BorMar selanjutnya mampu memberikan daya pikat bagi pelari internasional untuk datang ke Magelang.
''Keunikan lomba maraton di sini adanya lanskap Candi Borobudur, rutenya yang naik turun. Bisa saja misalnya pada tahun depan dirancang lagi agar naik kelas. Kalau sekarang dapat Label Road Races, selanjutnya jadi Elite Label, tapi syaratnya hadiahnya naik dan diikuti pelari elite internasional. Menuju ke Gold Label atau Platinum Label syaratnya lebih susah lagi,'' kata Vice President Asian Athletics Association itu.
Faktor cuaca
Disinggung soal antisipasi cuaca ekstrem saat berlangsungnya BorMar, Tigor mengatakan hal itu bisa dilakukan dengan memajukan jadwal lomba, selain menyediakan tambahan water station. Selain itu, yang penting adalah sosialisasi cuaca dari panitia kepada peserta.
''Dalam atletik ada istilah Athletes First, Winning Second. Artinya keselamatan atlet itu yang diutamakan. Makanya pada lomba tahun sebelumnya dihentikan lebih cepat karena suhu udaranya memang panas,'' katanya.
Tigor juga menyampaikan ikut gembira karena animo peserta BorMar masih luar biasa. Apalagi sejumlah pelari kenamaan Tanah Air juga tampil, serta ajang ini sebagai penggodokan talenta pelari muda.
Mengenai belum munculnya rekor pelari BorMar untuk mematahkan rekor waktu maraton yang dipegang Eduardus Nabunome (2 jam 19 menit 18 detik) dan bertahan hingga 31 tahun, ia menyebut memang ada harapan lahirnya Edu-Edu baru di Tanah Air.
Namun, hal itu butuh kesiapan pelari dan kebijakan pemilik lomba. Dia mengatakan faktor medan yang menanjak, miring, turun, dan berbelok-belok berpengaruh pada kecepatan pelari.
''Dari sisi penyelenggara, tentu punya tujuan, apakah untuk memecahkan rekor, sport tourism atau bagaimana?'' ujar Tigor.
Tembus 44.000 pelari
Sementara itu, Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An mengaku tak menyangka BorMar tahun ini sangat diminati peserta. Calon peserta yang mendaftar ikut lomba lari ini menembus angka 44 ribu pelari. Baru pada tahun ini, animo masyarakat pada BorMar begitu tinggi.
''Event ini masih menjadi magnet bagi pelari lokal, nasional, dan mancanegara. Jumlah peserta memang kami batasi 10 ribu saja dengan sistem ballot. Ada banyak pertimbangan yang menyertai, di antaranya waktu dan faktor kenyamanan peserta. Kami tetap ingin memberikan kenyamanan dan keamanan bagi para peserta,'' kata Liem.
Adanya pengakuan dunia melalui World Athletics Label, Liem mengaku sebagai hal yang layak disyukuri. Artinya, gaung dari lomba ini sudah menjangkau ke skala yang lebih tinggi.
''Ini tantangan buat kami, agar lebih profesional, lebih memberikan rasa aman dan nyaman bagi bagi peserta,'' pungkasnya. ***