Solo (ANTARA) - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut penyakit tuberkulosis atau TBC gampang diobati jika kasusnya sudah ditemukan.

"TBC itu kalau kita bisa temukan saat dia masih laten di x-ray, maka pengobatan bisa dengan cepat kita berikan. Sekarang pengobatan TBC sudah bagus," kata Menkes Budi Gunadi Sadikin di sela Peluncuran Skrining Mandiri TBC dan Kesehatan Jiwa oleh Pemprov Jawa Tengah di Solo, Jawa Tengah, Minggu.

Dengan pengobatan cepat, lanjutnya, maka penderita TBC tidak sampai menularkan ke orang lain. Oleh karena itu Menkes menyambut baik peluncuran skrining mandiri TBC yang diinisiasi oleh Pemprov Jateng.

"Semua skrining itu penting, karena menjaga masyarakat kita tetap sehat jauh lebih murah dan kualitas hidup jauh lebih baik dibandingkan kita mengobati pada saat mereka terlambat, sudah sakit," kata Menkes.

Bahkan, menurut dia, skrining mandiri harus ditingkatkan mengingat seringkali penderita TBC tidak merasakan gejala apapun.

"TBC itu kadang-kadang nggak bergejala juga, tapi kalau kemudian di lingkungan kita kena TBC, kayak COVID dulu, lebih baik datang ke puskesmas untuk dicek, karena siapa tahu kita sudah tertular," katanya.

Terkait dengan kasus TBC secara nasional, estimasi WHO ada satu juta penderita TBC. Dari total tersebut 500.000 kasus sudah ditemukan.

"Jadi bayangin yang 500.000 yang lain nggak ditemukan. Oleh karena itu langkah pertama ditemukan dulu," ujar Menkes.

Meski demikian, dikatakannya, pada tahun lalu temuan sudah naik menjadi 840.000 kasus. "Tahun ini saya harapkan bisa 900.000, karena kalau dia ditemukan, bisa kita kasih obatnya dan bisa sembuh," kata Menkes.

Pada kesempatan yang sama Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah Yunita Dyah Suminar mengatakan pihaknya meluncurkan satu fitur baru tentang skrining mandiri TBC dan kesehatan jiwa.

"Ini untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa skrining ini penting, karena TBC itu kadang orang malu kena, gejala mungkin dia nggak merasa bergejala," katanya.

Ia mengatakan dengan skrining mandiri harapannya dapat dikategorikan apakah dia bergejala atau tidak.

"Itu menurut persepsi yang bersangkutan dengan indikator yang ada. Kemudian dia ditunjukkan ke puskesmas mana dia harus periksa lewat fitur itu," katanya.

Selanjutnya penderita TBC diperiksa secara medis oleh dokter untuk dipastikan apakah benar dia terjangkit TBC atau batuk biasa, atau mungkin penyakit lain.

"Kalau sudah ditemukan akan diskrining, obati sampai sembuh. Pengobatan enam bulan, kemudian ada drop out atau berhenti minum, ini bahaya. Bisa resisten, itu nanti akan sulit diobati," katanya.