Solo (ANTARA) - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengusulkan percepatan elektrifikasi transportasi publik di Kota Solo, Jawa Tengah.

"Sektor transportasi menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua di Indonesia, mencapai 23 persen. Dari 600 MtCO2-eq emisi sektor ini, 90 persen berasal dari angkutan darat. Oleh karena itu, solusi elektrifikasi transportasi menjadi kunci," kata Ketua Tim Decarbonization National Eler Indonesia's Buses Infrastructure atau DIBI UNS Solo sekaligus Dekan Fakultas Teknik UNS Wahyudi Sutopo di Solo, Jawa Tengah, Rabu.

Ia mengatakan dengan target adopsi 6.600 unit bus listrik sampai dengan tahun 2030 diperkirakan mampu menurunkan emisi hingga 24 persen atau setara dengan 900.000 ton CO2-eq.

Menurut dia, Solo memiliki potensi besar untuk transisi ke transportasi ramah lingkungan sekaligus mendorong ekonomi hijau.

Apalagi, dikatakannya, Solo memiliki layanan transportasi publik Batik Solo Trans.

"Solo mengoperasikan lebih dari 100 armada di 12 koridor dengan subsidi BST dari Kemenhub, Pemerintah Kota Surakarta telah berhasil menunjukkan tata kelola transportasi yang kokoh dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat," katanya.

Terkait hal itu, saat ini pihaknya menjalin kerja sama dengan University of Canberra dan National Electric Vehicle Centre of Excellence (NEVCE), Australia, melalui proyek DIBI.

"Proyek ini dibiayai KONEKSI dari Pemerintah Australia, tujuannya mendorong percepatan elektrifikasi transportasi publik di Kota Solo," katanya.

Terkait hal itu, belum lama ini pihaknya juga menyelenggarakan CEO Talk dengan tema Zero Emission Energy and Transport: Business Challenges and Opportunities dan FGD Bus Listrik Untuk Dekarbonisasi.

Pada diskusi kelompok terpumpun tersebut, pihaknya melibatkan sejumlah pihak, di antaranya Dinas Perhubungan Kota Surakarta, PLN, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, pengelola TPA Putri Cempo, serta peneliti.

"Pada diskusi ini kami fokus pada potensi energi terbarukan dari PLTSa dan PLTS Terapung, serta mencari solusi menurunkan biaya elektrifikasi dengan teknologi dari UNS dan NEVCE untuk membangkitkan ekonomi hijau di Jawa Tengah," katanya.

Pada CEO Talk, Co-founder NEVCE Toby Roxburgh menggarisbawahi tiga sudut pandang utama revolusi elektrifikasi, yakni manfaat bagi manusia, lingkungan, dan biaya.

Meski demikian, menurut dia saat ini tenaga surya dan baterai menawarkan solusi yang jauh lebih terjangkau dan Indonesia memiliki potensi tenaga surya yang melimpah.

Ia mengatakan elektrifikasi dimulai dari bus listrik karena bus memiliki rute tetap.

"Ini memudahkan pengembangan jaringan baterai surya untuk menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara. Selain itu, bus mendukung pengurangan kemacetan, meningkatkan inklusi sosial, dan memberikan manfaat bagi semua kalangan," katanya.