Pekalongan (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan, Jawa Tengah, berkomitmen untuk menghentikan pengelolaan sampah sistem pembuangan terbuka (open dumping) dengan beralih ke sistem penimbunan, perataan, dan pemadatan (control landfill) karena lebih ramah lingkungan.

Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Pekalongan Nur Priyantomo di Pekalongan, Kamis, mengatakan hal itu untuk menindaklanjuti instruksi Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) RI yang didasarkan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

"Pada aturan itu menegaskan yang semestinya tidak ada lagi tempat pembuangan akhir dengan konsep open dumping," katanya.

Menurut dia, sampah rumah tangga yang dibuang oleh masyarakat ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Degayu mencapai 130 -150 ton per hari.

Namun, kata dia, dengan adanya TPS-3R di beberapa wilayah dan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Brayan Resik Kuripan Kertoharjo dapat mengurangi tumpukan sampah yang menggunung di TPA Degayu tersebut.

Ia mengatakan Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol juga melarang praktik open dumping di TPA seluruh Indonesia mulai tahun 2026.

"Oleh karena itu tugas kita bersama dengan menangani sampah dari hulu agar dari hilir bisa berkurang dan terselesaikan di tingkat rumah tangga dan RT/RW. Dengan cara itu, tumpukan sampah di TPA Degayu bisa nihil dan pengelolaan sampah bisa lebih baik serta memperoleh nilai ekonomi," katanya.

Nur Priyantomo menargetkan adanya pengurangan sampah secara signifikan melalui penyusunan roadmap program selama satu tahun hingga dua tahun dengan menyesuaikan anggaran yang ada.

Pola open dumping. kata dia, masih terjadi karena keterbatasan anggaran yang tersedia di pemerintah daerah dan minimnya teknologi pengolahan sampah, dimana pengelolaan sampah tidak bisa diselesaikan hanya dalam waktu 10 atau 20 tahun.

"Namun ini membutuhkan solusi jangka panjang, seperti pembangunan TPST dan penerapan teknologi modern, misalnya pengolahan sampah organik untuk maggot," katanya.