Boyolali (ANTARA) - Polres Boyolali memastikan tawuran antarremaja yang terjadi beberapa waktu lalu di Kecamatan Mojosongo bukan merupakan kasus klitih.

"Bukan kasus klitih, tapi perkelahian atau tawuran yang melibatkan beberapa orang dari dua kelompok. Setelah dilakukan pendalaman kami berhasil mengamankan beberapa pelaku," kata Kapolres Boyolali AKBP Rosyid Hartanto di Boyolali, Jawa Tengah, Rabu.

Ia mengatakan ada empat tersangka yang terindikasi melakukan pengeroyokan, di mana tiga di antaranya masih anak-anak berusia di bawah 17 tahun.

Akibat kejadian tersebut, satu korban yang juga pelaku mengalami luka akibat senjata tajam di bagian pinggang.

Pada kasus tersebut, pihaknya mengamankan barang bukti berupa tiga senjata tajam yang dibeli melalui toko daring atau online.

"Kemudian senjata tajam tersebut disembunyikan di rumah salah satu tersangka," katanya.

Ia mengatakan dari hasil pengamatan dan pengembangan yang dilakukan di lapangan, kasus pengeroyokan tersebut juga melibatkan beberapa kelompok lain.

"Saat ini juga sedang kami buru," katanya.

Ia mengatakan penyebab tawuran yakni karena saling menantang di media sosial.

"Saat ini sudah dipantau dan dimonitor oleh patroli cyber yang melibatkan humas dengan reskrim. Ini sedang kami kejar juga (pihak lain yang terlibat)," katanya.

Ia mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, sebetulnya antara pelaku dengan korban tidak ada masalah.

"Mereka memberikan support ke anggotanya apabila melakukan tawuran dengan kelompok lain, eksistensi saja yang muncul, tidak berkaitan dengan ekonomi, peredaran miras atau narkoba. Hanya eksistensi kelompok yang coba dimunculkan," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, sanksi hukuman yang dikenakan kepada para pelaku tawuran yakni Pasal 170 ayat dua KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama tujuh tahun.

"Maksimal ancaman tujuh tahun, tapi anak-anak hanya sepertiganya, jadi maksimal empat tahun," katanya.