Semarang (ANTARA) - Pada penilaian PISA 2022, Indonesia menempati peringkat ke-69 atau posisi ke-12 terbawah dalam daftar dengan total skor 1.108. Programme for International Student Assessment (PISA) adalah penilaian global yang mengukur kemampuan matematika, sains, dan literasi siswa.

Skor ini menunjukkan bahwa kemampuan numerasi siswa Indonesia masih tertinggal, terutama dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang menduduki posisi puncak dengan total skor 1.679. Kondisi ini menjadi tantangan bagi para pendidik, khususnya guru sekolah dasar, untuk meningkatkan keterampilan dasar numerasi bagi anak didiknya.

Namun, siapa sangka bahwa pembelajaran matematika bisa dibuat menyenangkan dengan cara yang sederhana? Di SDN 2 Sukorejo, siswa kelas 1 diajak belajar konsep nilai tempat bilangan menggunakan media yang tidak biasa, yakni tutup botol warna-warni.

Matematika sering dianggap sebagai momok menakutkan bagi sebagian siswa. Untuk mengatasi hal ini, Ainaya Hanum Lutfia, S.Pd., guru kelas 1 di SDN 2 Sukorejo, mencetuskan ide inovatif dengan memanfaatkan tutup botol bekas sebagai alat bantu belajar. Sebelum memulai pembelajaran, anak-anak terlebih dahulu diajak memilah sampah dengan mengumpulkan tutup botol dari berbagai kemasan minuman yang sering mereka beli. Selain itu, mereka juga memanfaatkan wadah puding bekas dari kantin sekolah sebagai tempat untuk menyusun tutup botol sesuai dengan nilai tempat bilangan.

“Mungkin terdengar sederhana, tapi siapa sangka tutup botol yang biasanya kita buang bisa menjadi media pembelajaran yang efektif,” ujar Ainaya. Menurutnya, dengan metode ini, anak-anak dapat memahami konsep puluhan dan satuan dengan lebih mudah dan menyenangkan, sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif mereka yang masih berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak-anak belajar lebih efektif dengan objek nyata yang bisa mereka sentuh dan manipulasi.

Metode ini mendapatkan sambutan hangat dari para siswa. Alesha, siswa kelas 1B, mengungkapkan bahwa ia sebelumnya takut terhadap matematika, namun kini merasa lebih senang belajar. “Tadinya aku takut sama matematika, tapi sekarang jadi suka, apalagi kalau belajarnya pakai botol warna pink dan orange kesukaanku,” ujarnya dengan antusias.

Tak hanya siswa, pihak sekolah pun sangat mengapresiasi inovasi ini. Kepala SDN 2 Sukorejo sekaligus Fasilitator Program PINTAR Tanoto Foundation, Diannita Ayu Kurniasih, M.Pd., menyampaikan kebanggaannya terhadap pendekatan kreatif yang diterapkan di sekolahnya. “Saya sangat senang melihat anak-anak begitu antusias belajar dengan tutup botol. Media sederhana ini, yang sering dianggap sebagai sampah dan dibuang begitu saja, ternyata sangat efektif dalam membantu mereka memahami konsep matematika. Selain itu, metode ini juga mengajarkan anak-anak tentang pentingnya pendidikan berkelanjutan, manajemen limbah, serta aksi nyata dalam menanggulangi perubahan iklim, yang sejalan dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs),” jelasnya.

Praktik baik ini membuktikan bahwa inovasi dalam pendidikan tidak selalu membutuhkan teknologi canggih atau biaya besar. Dengan kreativitas dan pendekatan yang tepat, pembelajaran bisa menjadi lebih menyenangkan dan efektif bagi anak-anak.

Selain meningkatkan keterampilan numerasi, metode ini juga menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini, menjadikan siswa lebih peduli terhadap isu keberlanjutan dan pengelolaan sampah. Inovasi seperti ini layak untuk diapresiasi dan direplikasi di sekolah-sekolah lain di Indonesia. Dengan lebih banyak guru yang berani mencoba pendekatan kreatif dalam pembelajaran, bukan tidak mungkin Indonesia bisa meningkatkan peringkatnya dalam PISA di masa mendatang, sekaligus mencetak generasi yang lebih cerdas dan peduli terhadap lingkungan. ***