Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang sukses menorehkan prestasi gemilang sebagai "Kota Pionir Pembangunan Inklusi Sosial" yang diselenggarakan Institute For Democracy and Peace (Setara) bekerja sama dengan Inklusi, platform kemitraan Indonesia-Australia

Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti, di Semarang, Jumat, mengatakan bahwa raihan itu menjadi bukti komitmen Pemkot Semarang terhadap pengarusutamaan inklusi sosial dalam pembangunan.

"Terima kasih, ini prestasi yang membanggakan. Keberhasilan ini merupakan bentuk pengakuan terhadap kualitas kinerja dan capaian pemerintah dalam menjalankan tata kelola yang inklusif guna mencapai kondisi pemenuhan hak-hak warga negara yang menjadi agenda pembangunan," katanya.

Kota Semarang mendapatkan skor 3,6 yang merupakan nilai tertinggi, sejajar dengan Kota Bandung, Kota Denpasar, Kota Padang, dan Jakarta Selatan.

Ia menyebutkan bahwa predikat tersebut membuat pihaknya akan terus menempatkan dan menyelaraskan agenda pembangunan inklusi sosial dalam setiap perencanaan pembangunan daerah.

"Inklusivitas menjadi salah satu fokus kami selama menjabat. Tentunya dengan peringkat ini membuat kami makin bersemangat untuk terus menghadirkan lebih banyak ruang-ruang aksesibilitas dan menjamin ketersediaan layanan publik yang nyaman untuk semua, tanpa diskriminasi," katanya.

Ajang penghargaan tersebut diselenggarakan bersamaan dengan peluncuran Indeks Inklusi Sosial Indonesia (IISI) oleh Setara sebagai apresiasi terhadap kondisi inklusi sosial di tingkat nasional dan di 24 kabupaten/kota di Indonesia.

Penghargaan tersebut diserahkan oleh Direktur Eksekutif Setara Halili Hasan kepada Wali Kota Semarang yang diwakili oleh Plt. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang Joko Hartono, di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis (6/3).

Menurut dia, inklusi sosial yang dimaksud menitikberatkan pada proses dan upaya memberikan kesempatan yang setara bagi setiap individu untuk mendapatkan akomodasi, peluang dan sumber daya, serta berpartisipasi secara bermakna di seluruh dimensi kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan masyarakat.

Setidaknya ada dua akumulasi penilaian yang diperoleh Kota Semarang, yakni variabel aspirasional yang menggunakan indikator hak atas kesehatan, pendidikan, ekonomi, keamanan pribadi, lingkungan yang layak, kebudayaan, dan hak atas pekerjaan yang layak.

Kemudian, variabel pendekatan dengan empat indikator utama rekognisi, partisipasi, resiliensi dan akomodasi pada empat subjek (perempuan, disabilitas, minoritas agama dan masyarakat adat).

"Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut serta mendorong dan mengawal adopsi inklusi sosial dalam setiap perumusan perencanaan pembangunan, kebijakan daerah, dan rencana kerja," katanya.

"Semoga penghargaan ini menjadi penyemangat kami untuk satu langkah lebih dekat mewujudkan salah satu visi Kota Semarang sebagai kota inklusif," pungkas Agustina.

Baca juga: Sompo isi kegiatan Bulan Inklusi Keuangan di Solo