Solo (ANTARA) - Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen di FEB Universitas Muhammadiyah Solo
Tantangan dunia pendidikan, baik itu dasar, menengah dan khususnya dunia pendidikan tinggi cenderung semakin kompleks. Oleh karena itu, antisipatif, proaktif dan responsif terhadap semua tuntutan dan tantangan masa depan menjadi peluang dan tantangan yang menarik dicermati.
Hal ini semakin kritis ketika kritik terhadap kualitas alumni kampus cenderung kurang dapat beradaptasi dengan dunia kerja sehingga dikeluhkan oleh dunia industri dan dunia usaha (didu). Di sisi lain tuntutan globalisasi juga tidak bisa diabaikan sehingga dunia pendidikan tinggi harus mengkaji ini untuk disesuaikan kurikulumnya.
Terkait ini kongres AFEB (Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis) PTMA (Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah) tahun 2025 akan berlangsung pada 28-31 Juli 2025 di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.
Tema kongres AFEB PTMA kali ini yaitu: "Akselerasi Internasionalisasi Pengelolaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk Keunggulan PTMA".
Sejatinya tema itu mencerminkan peluang dan tantangan internasionalisasi yang selaras dengan tuntutan globalisasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia pendidikan tinggi masa depan adalah menerima dan mengakomodasi terhadap perubahan revolusi industri yang semakin menuntut efisiensi dan efektivitas di semua lini usaha.
Selain itu, kecerdasan buatan di era now yang semakin masif dan jamak dipraktikkan secara tidak langsung hal ini juga menuntut dunia pendidikan tinggi untuk proaktif dan responsif terhadap tuntutan perubahan yang terjadi sehingga kampus tidak bisa lagi hanya reaktif. Argumen dibalik kenyataan itu adalah ancaman ketertinggalan dibanding dengan yang lain sehingga akan kalah bersaing dan tersingkir dari ketatnya persaingan. Oleh karena itu, tema kongres di tahun 2025 ini sangat selaras dengan tuntutan dan tantangan globalisasi yaitu komitmen akselerasi internasionalisasi.
Fakta juga menegaskan bahwa arah masa depan kampus juga bukan lagi sekadar mampu bersaing di era global tapi juga komitmen merealisasikan cyber campus sebagai bagian dari perkembangan revolusi industri 4.0 dan percepatan transformasi digital.
Hal ini juga harus diimbangi dengan kebutuhan SDM yang berkualitas dan sejatinya sesuai harapan dari didu. Ironisnya, didu cenderung memberikan kritik karena alumni kampus yang ada ternyata cenderung masih belum siap kerja, tapi siap latih, siap bina dan siap didik.
Hal ini tentu bertentangan dengan didu yang sangat berharap mendapatkan alumni yang siap kerja sesuai kompleksitas dunia kerja yang ada. Oleh karena itu, harapan dari kongres ini adalah bagaimana dunia PTMA, terutama yang tergabung dalam AFEB bisa menjawab terhadap tuntutan dan tantangan didu sehingga alumni kampus tidak dicibir tetapi justru sebaliknya benar-benar mampu berkiprah dalam dunia kerja secara nyata.
Kekhawatiran dari para alumni kampus secara tidak langsung justru mengingatkan era masa lalu ketika komitmen link and match begitu kuat mengemuka sehingga ini menjadi tantangan yang sangat prospektif kala itu.
Meski demikian selaras dengan perubahan era ternyata komitmen link and match semakin kabur dan tuntutan perubahan terkait kurikulum semakin mencuat. Bahkan realitas perubahan itu juga terjadi dengan hadirnya kurikulum merdeka dan eksistensi kampus merdeka, meskipun fakta juga masih belum bisa menunjukkan hasil yang optimal sehingga perlu ada evaluasi lanjutan agar mengarah kepada perubahan penyempurnaan yang lebih baik lagi.
Selaras dengan kepentingan era global maka kampus juga berkepentingan untuk memberikan pendidikan kewirausahaan kepada mahasiswa agar mereka siap menjadi pengusaha. Artinya, ada kepentingan agar para alumni juga bisa siap kerja dan di sisi lain juga bisa siap berwirausaha. Fakta ini tidak bisa terlepas dari ancaman semakin sulitnya lapangan kerja di sektor formal.