"Kegiatan untuk tingkat Provinsi Bali dipusatkan di Pura Besakih, kemudian dilanjutkan pada tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa adat dan berakhir pada tingkatan rumah tangga," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Kamis.

Ia mengatakan, kegiatan ritual yang dilakukan secara serentak di Pulau Dewata itu bertujuan untuk menyucikan alam semesta dan isinya serta meningkatkan hubungan dan keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan lingkungannya serta manusia dengan Tuhan (Tri Hita Karana).

Sesuai pedoman yang dikeluarkan majelis tertinggi umat Hindu kepada seluruh desa pekraman (adat), tawur kesanga yang diakhiri dengan mengadakan persembahyangan bersama itu dilakukan sesuai dengan tingkatan masing-masing.

Untuk Tawur Kesanga yang di pusatkan di Pura Besakih, masing-masing kecamatan mengirim utusan untuk mencari air suci (tirta) untuk selanjutnya dibagikan kepada seluruh umat di wilayahnya masing-masing.

Untuk tingkat kabupaten melaksanakan kegiatan serupa dengan kelengkapan "Panca Kelud Bhuana" atau sesuai dengan kemampuan masing-masing Kabupaten/Kota.

Sementara tingkat kecamatan menggunakan upakara "Caru Panca Sanak", dilanjutkan di tingkat desa dengan menggunakan upakara "Caru Panca Satu", serta di tingkat banjar menggunakan upakara "Caru Eka Sata".

Kegiatan tersebut berakhir pada tingkatan rumah tangga pada sore hari dengan menggunakan banten "Sakasidan".

Kegiatan tersebut beralhir pada "Ngerupuk" yang diwarnai dengan arak-arakan ogoh-ogoh (boneka ukuran besar) oleh anak-anak muda.

Arakan ogoh-ogoh dilakukan hampir di setiap desa di delapan kabupaten dan satu kota di Bali.