"Berdasarkan pengalaman tahun-tahun lalu, peredaran uang palsu diindikasi marak terjadi saat menjelang Ramadhan dan Lebaran karena peredaran uang asli mengalami peningkatan," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto Rusly Albas di Purwokerto, Rabu.

Menurut dia, jenis uang yang sering dipalsukan bernominal besar seperti pecahan Rp50.000 dan Rp100.000.

Ia mengatakan, pengedar uang palsu memanfaatkan momentum Ramadhan dan Lebaran untuk membelanjakan uang palsunya agar bisa mendapatkan kembalian berupa uang asli bernominal kecil.

Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk mewaspadai peredaran uang palsu dan mengenali ciri-ciri uang dengan metode dilihat, diraba, dan diterawang atau yang dikenal dengan istilah 3D.

"Belum lama ini, kami menyosialisasikan cara mendeteksi uang kepada masyarakat dengan harapan mereka bisa membedakan uang asli dengan uang palsu," katanya.

Ia menjelaskan, uang asli berwarna terang dan jelas sehingga jika dilihat di sudut kanan bawah terdapat "optical variable ink" (OVI).

Warna OVI akan berubah dari hijau ke magenta jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu di bagian belakang selalu terdapat benang pengaman yang ditanam dalam uang asli.

Uang asli, katanya, jika diraba di bagian angka, huruf, dan gambar pahlawan akan terasa kasar, biasanya uang palsu lebih licin.

Apabila diterawang, uang asli pada sebelah kanan terdapat gambar air atau "watermark" berupa wajah pahlawan, kemudian di bawah nilai nominal juga terdapat lingkaran bertuliskan Bank Indonesia.

"Kami mengharapkan, masyarakat untuk segera melapor jika merasa ragu terhadap keaslian uang yang diterimanya. Kami juga sering diminta kepolisian untuk mengecek keaslian uang," katanya.