"Di Kawasan Kota Lama ini terdapat gedung atau bangunan heritage dan memiliki 'background' sejarah," kata Husen Hutagalung, dosen Sejarah, Kebudayaan, dan Antropologi Pariwisata di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti yang ditemui disela acara Festival Kota Lama di Semarang, Jawa Tengah, Jumat.

Husen mengatakan, masih adanya bangunan yang terlihat tidak terawat. Menurut dia, harus dicarikan solusinya agar tidak sampai roboh.

Ia mengakui bahwa sebagian orang menilai lebih menguntungkan membuat toko dibanding melakukan revitalisasi bangunan.

Karena itu, kata dia, yang terpenting adalah perlunya perhatian dari pemerintah daerah setempat untuk memperhatikan Kawasan Kota Lama Semarang.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Paguyuban Pelestarian Pusaka Indonesia (PPPI) Surabaya, Peter J Manoppo mengatakan, bangunan tua membutuhkan biaya perawatan tidak sedikit.

"Pemerintah daerah harus aktif, misalnya dengan memberikan stimulan kepada pemilik bangunan," katanya.

Pemerintah daerah bisa membebaskan pajak bumi dan bangunan (PBB), memberikan bantuan untuk melakukan revitalisasi, dan membeli bangunan tua yang ada.

"Selama ini, banyak ditemui pihak perbankan yang justru memanfaatkan bangunan tua menjadi kantor seperti oleh Bank Indonesia dan Bank Mandiri," katanya.

Kalangan perbankan memanfaatkan bangunan sebagai kantor, sehingga tidak merusak bangunan dan secara finansial perbankan kuat untuk biaya perawatan.

Sementara itu, Morgane Mofort, warga negara Prancis mengaku heran di Indonesia bangunan tua belum terawat dengan baik.

"Kalau di Prancis, bangunan tua banyak dicari dan harga sewanya cukup mahal," katanya.