"Kegiatan untuk tingkat Provinsi Bali dipusatkan di Penataran Agung Pura Besakih, kemudian dilanjutkan pada tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa adat, dan berakhir pada tingkatan rumah tangga," kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Dr. I Gusti Ngurah Sudiana.

Ia mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan ritual secara serentak pada 1.480 desa adat (pekraman) di Pulau Dewata itu bertujuan menyucikan alam semesta dan isinya serta meningkatkan hubungan dan keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan (Tri Hita Karana).

Sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan majelis tertinggi umat Hindu kepada seluruh desa pekraman (adat), Tawur Kesanga pada Tahun Baru Saka 1934 ini diakhiri dengan mengadakan persembahyangan bersama, dan pelaksanaannya sesuai dengan tingkatan masing-masing.

Untuk Tawur Kesanga yang dipusatkan di Pura Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali timur masing-masing kecamatan mengirim utusan untuk mencari air suci (tirta) guna selanjutnya dibagikan kepada seluruh umat di wilayahnya masing-masing.

Untuk tingkat kabupaten melaksanakan kegiatan serupa dengan kelengkapan "Panca Kelud Bhuana" atau sesuai dengan kemampuan masing-masing Kabupaten/Kota.

Sementara itu, tingkat kecamatan menggunakan upakara "Caru Panca Sanak", dilanjutkan di tingkat desa dengan menggunakan upakara "Caru Panca Sata", serta di tingkat banjar menggunakan upakara "Caru Eka Sata".

Kegiatan tersebut berakhir pada tingkatan rumah tangga pada sore hari dengan menggunakan banten "Sakasidan", dan segehan agung cacahan 11/33 tanding.

Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan ritual "Pengrupukan" yang diwarnai dengan arak-arakan ogoh-ogoh (boneka ukuran besar) oleh anak-anak muda.

Arakan ogoh-ogoh dilakukan hampir di setiap desa pekraman di delapan kabupaten dan satu kota di Bali. Keesokan harinya, melaksanakan ibadah tapa brata penyepian.