"Selain untuk mengembangkan apresiasi seni lukis, juga yang penting kami menyadari pentingnya semangat kebersamaan di antara pribadi-pribadi pelukis ini, terus menerus dipupuk, maka melalui pameran ini kami ingin mematahkan dan mencairkan ego menjadi kebersamaan," kata Ketua Panitia Pameran "Breaking The Ego" Yogi Setyawan di Borobudur, Senin.

Pameran di "Ngaran Art House and Paintings Studio" yang dikelola oleh seorang pelukis setempat, Widoyo itu, berlangsung 15 April-15 Mei 2014, dengan pembukaan rencananya oleh Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko, Laily Prihatiningtyas dan dimeriahkan pementasan kesenian tradisional. Pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Rain Rosidi menjadi kurator pameran tersebut.

Para pelukis yang menggelar karya umumnya dalam kurun waktu antara 2013-2014 itu, adalah Andritopo, Agus Merapi, Arif Sulaiman, Asrul Sani, Ciong It Moy, Damtoz Andreas, Ganang Tri Laksana, Hatmojo, Ipang Pangadi, Ismedi, Kaji Habeb, Mami Kato, Mang Yani, M. Arifin Jombor, Serli Nafa'a Yuana, Wahudi, Widoyo, Wusriyanto, Y. Ari Susilo, dan Yogi Setyawan.

"Kami ingin mengatakan bahwa melalui karya dan pameran ini, kami berbicara kepada publik bahwa seni itu untuk masyarakat, bukan seni untuk seni," katanya.

Seorang pelukis, Hatmojo, mengatakan bahwa kehidupan para seniman di Candi Borobudur menjadi bagian dari kebersamaan dengan masyarakat di kawasan bangunan peninggalan peradaban dunia itu.

"Sehingga tidak bisa mengandalkan egonya, tetapi selalu mementingkan juga kebersamaan dengan sesama seniman dan dengan masyarakat," katanya.

Mereka menggelar 31 karya lukis dan tiga karya patung dalam pameran di studio seni yang terletak sekitar 100 meter, sebelah barat Candi Borobudur itu.

Beberapa lukisan yang dipamerkan, antara lain berjudul ""Rajah Pertapa" (Kaji Habeb), "Komunikasi" (Ipang Pangadi), "Pegasus" (Ganang Trilaksana),"The Individualis Moment" (Asrul Sani), "Langkah Pasti" (Arifun Jombor", dan "My Hand With Monkey Skull" (Arif Sulaiman).

Rain mengatakan keberadaan ruang seni tempat pameran mereka di dekat situs budaya dan seni terkemuka dunia (Candi Borobudur) itu, sebagai potensi yang tak ternilai.

"Ruang seni ini menjadi energi bagi daya hidup ruang seni dan seniman-senimannya. Potensi ini harus ditangkap dan diterima secara terbuka sebagai semacam pintu untuk memasuki dunia yang lebih luas dalam kebudayaan internasional," katanya.