CISSReC Minta Masyarakat Bijaksana Bermedia Sosial
Selasa, 29 November 2016 19:37 WIB
Ketua Lembaga Riset CISSReC Pratama Persadha dalam surat elektroniknya kepada Antara di Semarang, Selasa malam, berpendapat bahwa UU ITE tidak menjadi ancaman kalau masyarakat memperlakukan dunia maya seperti dunia nyata.
Selama ini, kata Pratama, masih relatif banyak yang beranggapan mereka bisa menjadi siapa saja dan dapat berbuat apa saja di dunia maya ataupun media sosial.
Pakar keamanan siber dan komunikasi itu menekankan, "Itu hal yang salah. Jadi, norma-norma yang ada di dunia nyata kita lakukan juga di dunia maya."
Namun, lanjut dia, memang ada beberapa poin di dalam UU ITE yang baru ini yang harus dicermati. Pasalnya, ada poin revisi yang memang untuk tujuan baik. Namun, ada pula yang membahayakan kebebasan untuk berekspresi.
Misalnya, ada seseorang yang menyebarkan informasi pencemaran nama baik kepada banyak orang. Namun, penyebar itu tidak mengetahui siapa pembuat yang sebenarnya maka yang bersangkutan bisa terkena pidana.
Pratama mengimbau masyarakat harus berhati-hati karena pasal pencemaran nama baik ini sering digunakan oleh pihak yang punya jabatan atau kekuasaan untuk menjerat orang-orang yang dianggap mencemarkan nama baik.
Penyadapan
Selanjutnya, mengenai poin intersepsi atau penyadapan, Pratama mengatakan, "Hal ini masih kurang jelas. Jadi, siapa saja yang punya alat sadap boleh melakukan penyadapan, dan kita tidak tahu sedang disadap atau tidak."
Ia mencontohkan ada aparat penegak hukum yang mendapat izin untuk menyadap lima orang.
"Akan tetapi, kenyataannya ada lebih dari 10 orang yang disadap. Hal ini tidak ada yang tahu," ujarnya.
Pratama berharap semoga undang-undang terkait dengan intersepsi atau penyadapan ini benar-benar bisa proprivasi rakyat. Dengan demikian, tidak sembarangan orang bisa disadap.
Menyinggung soal poin pemblokiran situs, Pratama menilai pemerintah tidak bisa secara sembarangan dan tiba-tiba memblokir suatu situs.
"Tidak bisa begitu saja melakukan pemblokiran situs karena dianggap membahayakan atau melanggar hukum oleh segilintir pihak. Seharusnya, itu butuh proses. Pasal ini juga perlu dikawal," katanya.
Kalau UU ITE ternyata lebih banyak kontra daripada pro, menurut dia, hal ini akan menimbulkan pertanyaan.
Seharusnya, kata dia, peraturan itu untuk melindungi, bukan untuk menjerat atau menyakiti masyarakat, atau bukan pula untuk membelenggu kebebasan berekspresi masyarakat.
"Akan tetapi, dengan adanya revisi UU ITE ini, orang tidak lagi berbicara sembarangan dan hal negatif lainnya di dunia siber," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, itu.
Pewarta : -
Editor:
D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2025