Akmil Magelang Tak Lagi Terapkan Kekerasan
Sabtu, 20 Mei 2017 11:20 WIB
"Kami lebih mengedepankan sistem `asah, asih, dan asuh` di antara kakak dan adik angkatan," katanya di Magelang, Sabtu.
Ia menjelaskan asah, yakni di antara para taruna saling mengasah dalam keterampilan, asih di antara mereka saling mengasihi atau menyayangi.
Selain itu, asuh diterapkan dalam keluarga asuh yang menggunakan multisuku dan agama. Dalam keluarga asuh di asrama, dulu diterapkan satu suku, namun sekarang mereka dicampur dari berbagai suku dan agamanya.
"Hal ini diberlakukan sejak mengacu pada kompetensi ganda, yakni militer dan akademik sejak tahun 2010," katanya.
Ia menuturkan budaya tersebut dikembangkan di Akmil dengan pangaruh positif yang cukup besar. Jika diketahui ada yang melakukan pemukulan atau kekerasan di antara taruna maka diberikan sanksi keras, yakni pemecatan.
Ia mengatakan Akmil mengacu pada militer kelas dunia yang memperhatikan hak asasi manusia.
"Sekarang perang bukan lagi seperti zaman Jepang dulu, kami mengacu ke PBB, karena selama ini TNI sering bergabung dengan pasukan perdamaian PBB," katanya.
Menurut dia, hukum dan HAM sekarang menjadi panglima dan sekarang tidak ada lagi perbedaan gender, maka Akmil juga menerima taruni.
Ia mengatakan kalau dalam sistem pendidikan ada kekerasan, bagaiamana nanti penerapannya di masyarakat.
Ia menyampaikan Akmil mendidik para taruna untuk menjadi pejuang, tentara profesional yang memiliki keahlian, dan Tentara Nasional Indonesia.
"Perlu ditekankan mereka akan menjadi satu keluarga Tentara Nasional Indonesia sehingga tidak ada grup kesukuan dan mereka nantinya akan bertugas di seluruh pelosok Indonesia yang berbeda-beda suku dan agamanya, maka harus bisa membaur dan melindungi masyarakat di mana mereka bertugas nantinya," katanya.
Ia mengatakan Akmil perlu menjadi contoh sekolah "boarding school" yang lain.
"Meskipun pendidikan militer, tidak ada budaya kekerasan," katanya.
Pewarta : Heru Suyitno
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024