Logo Header Antaranews Jateng

Ideologi Pancasila Jaga Keseimbangan Antarkomunitas

Senin, 24 Juli 2017 12:55 WIB
Image Print
Ketua Umum Pusat Kajian Ideologi Pancasila Ashoka Siahaan (kanan) saat menyampaikan materi dalam Seminar Pancasila Bergerak "Peran Ideologi Pancasila Sebagai Perekat dalam Kehidupan Komunitas" yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Ideologi Pancasila
Perenenungan kita adalah mengapa saat itu mampu merekat sedemikian kuat dan apakah sekarang kita tidak bisa bersama
Purwokerto, ANTARA JATENG - Ideologi Pancasila mampu menjaga keseimbangan antara satu komunitas dan komunitas lainnya serta tidak menjadikan ideologi yang elitis, kata Ketua Umum Pusat Kajian Ideologi Pancasila Ashoka Siahaan.

"Bermula dalam sebuah pertemuan besar di Banyumas sebagai bukti penyemaian perjuangan bersama yang terdiri atas seratusan komunitas dalam periode sejarah awal kemerdekaan kita, pernah terwujud di kota ini yang diprakarsai oleh Panglima Besar Soedirman dalam wadah Persatuan Perjuangan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Ashoka mengatakan hal itu saat menyampaikan materi berjudul "Bersama Kita Bisa" dalam Seminar Pancasila Bergerak "Peran Ideologi Pancasila sebagai Perekat dalam Kehidupan Komunitas" yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Ideologi Pancasila bekerja sama dengan Direktorat Organisasi dan Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri di Pendopo Si Panji, Kabupaten Banyumas.

Menurut dia, sejarah tersebut harus diingat oleh masyarakat, khususnya warga Banyumas dan umumnya Indonesia yang ketika itu baru dilahirkan.

"Orang lupa bahwa inilah tonggak monumen sejarah kita bersatu dalam berbagai komunitas bukan di dalam parlemen, melainkan dalam persatuan melawan `devide et impera` yang wujudnya dalam berbagai bentuk apakah itu dilatarbelakangi etnis, religi, maupun kelas sosial," katanya.

Begitu dahsyatnya tekanan-tekanan masa penjajahan kolonial yang beratus-ratus tahun dapat seketika di atas dengan meroketnya berbagai komunitas saat itu tidak mempersoakan siapa yang memimpin apakah itu tentara, agamawan, ataupun seorang revolusioner. Akan tetapi, keyakinan pada tujuan ikhlas kemerdekaan.

"Perenenungan kita adalah mengapa saat itu mampu merekat sedemikian kuat dan apakah sekarang kita tidak bisa bersama," katanya.

Dengan kebinekaannya mampu mengkristal dan lahir sebagai nama Pancasila, itulah yang menuntun kita dalam bernegara setelah dilahirkan semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945. Hal ini yang senantiasa mengiringi semua gerak pemikiran dan "way of life" yang beraneka ragam komunitasnya dengan semangat yang bersifat nasional mampu mempertahankan status NKRI sampai saat ini.

"Inilah yang disebut oleh Sukarno sebagai ikatan geopolitik kita yang mengikat bangsa maupun komunitas secara ideologis bukan geografis semata," katanya.

Menurut Ashoka, dengan adanya etika sosial satu dengan yang lainnya, bisa membuat komparatif dan empati atas sebuah krisis dalam berbagai bidang sehingga tidak terjadi kesenjangan maupun kerawanan sosial dalam bentuk yang kecil pada lingkungan sendiri maupun yang besar pada lingkungan negara.

Menurut dia, komunitas perlu proaktif menyadari eksistensinya pada masa depan bahwa komunitas tidak bisa hidup sendirian, tetapi saling membutuhkan.

"Begitu pula alat perjuangannya, yaitu ideologi Pancasila mampu menjaga keseimbangannya antara satu komunitas dan komunitas lainnya, serta tidak menjadikan ideologi yang elitis. Oleh karena itu, Pancasila harus dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat," katanya.

Saat menyampaikan materi "Peran Ideologi Pancasila Sebagai Perekat dalam Kehidupan Komunitas", Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyumas Mohammad Roqib mengatakan bahwa apa pun ajaran dan ideologinya dapat berfungsi optimal jika dipahami, ditinjau, dan diamalkan.

Menurut dia, Pancasila menjadi asing dan unik jika hanya dipajang dan burung garuda hanya dijadikan jimat dipajang di ruang tamu setiap rumah bangsa lndonesia.

"Pancasila yang merupakan hasil galian luhur budaya nusantara ini akan berfungsi sebagai perekat setiap individu dan komunitas apa pun yang ada di Nusantara ini selama Pancasila ini dipahami dan diamalkan dengan baik," katanya.

Ibarat sebagai senjata, kata dia, Pancasila harus dipahami dan diamalkan sehingga pemahaman dan pelaksanaannya bisa menimbulkan "karisma dan wibawa" yang membuat siapa pun gentar untuk "uthik-uthik" (mengotak-atik), apalagi berminat untuk menggantinya.

Jika nilai luhurnya tidak diamalkan, katanya lagi, Pancasila akan menjadi barang pajangan yang diremehkan dan diacuhkan, bahkan sebagai bahan olok-olok bagi orang asing.

Meski lahir di negeri ini, sebagian mereka bersikap sebagai turis yang menumpang singgah dan berusaha untuk merebut hati tuan rumah, kemudian mereka ingin memiliki rumah tersebut dengan cara-cara kotor.

"Mereka belum merasa `handarbeni` (memiliki) terhadap negeri nan indah permai ini. Baginya yang penting mengeruk kekayaan dan atau menguasai untuk dimiliki dan kemudian diubah sesuai selera," katanya.

Ia berpendapat bahwa mengawali dengan membaca, memahami, menghayati, dan mengamalkan akan tumbuh rasa memiliki terhadap negeri ini.

Selanjutnya, kata dia, tumbuh motivasi dan gerak positif untuk berkontribusi bagi kebaikan bangsa dan negara.

"Kemajuan, kesejahteraan, dan kedamaian yang terwujud di negeri ini memberikan garansi keamanan jauh dari gangguan dari dalam maupun luar. Kondisi seperti inilah yang memosisikan Pancasila mampu sebagai perekat bagi kehidupan komunitas apa pun yang ada di Indonesia Raya. Wallahualam," katanya.




Pewarta :
Editor:
COPYRIGHT © ANTARA 2024