Ini keunggulan "wet cleaning" dibandingkan "dry cleaning"?
Jumat, 30 Maret 2018 14:44 WIB
Jakarta (Antaranews Jateng) - Coba lihat label di gaun sutra Anda, kemungkinan ada petunjuk untuk membersihkannya hanya dengan teknologi dry clean alias cuci kering yang tidak menggunakan air.
Dry cleaning biasanya menggunakan tiga jenis bahan kimia untuk membersihkan kain, tapi yang sering digunakan adalah Percholorate. Bahan ini efektif menghilangkan noda, tapi di sisi lain bersifat toksik dan karsinogesik. Sisa residu bahan kimia itu pada pakaian bisa membahayakan ginjal.
“Perc sudah dilarang di beberapa negara seperti Amerika, Eropa. Di Singapura setiap karyawan laundry dry cleaning wajib melakukan pemeriksaan kesehatan rutin setiap tahunnya,” kata Kho Tjin Hok, Electrolux Lagoon Wet Cleaning Specialist Asia Pacific dalam keterangan pers, Kamis.
Sebagai alternatif, pakaian berbahan lembut bisa dibersihkan dengan cara wet cleaning yang mirip pencucian manual dengan tangan.
Poppy Dharsono, Presiden Asosiasi Perancang Pengusaha Muda Indonesia (APPMI), biasanya mencuci dulu pakaian-pakaian berbahan sutera dengan tangan, baru dikirim ke dry cleaning.
“Lama kelamaan saya cuci sendiri menggunakan sabun khusus dan metode yang khusus pula,” kata Poppy.
Metodenya begini, baju dicuci dengan tangan kemudian dikeringkan. Sebelum disetrika, baju dimasukkan plastik dan diletakkan di dalam freezer selama beberapa jam. Baru setelah baju disetrika.
“Suteranya, baju pengantinnya akan bagus lagi. Yang pasti dry cleaning tidak membersihkan dan tidak mengembalikan ke warna normal setelah beberapa kali dipakai,” ujar Poppy.
Dia menambahkan, demi mengurangi polusi lingkungan tidak semua pakaian yang baru dipakai model harus dicuci.
“Jika bisa dipakai 2-3 kali akan lebih baik karena mengurangi polusi lingkungan.”
Blogger Suci Utami kini memilih wet cleaning untuk menjaga lingkungan dan kualitas pakaian setelah mengetahui efek samping dari bahan kimia yang dipakai di dry clean.
“Efek samping ini baru saya sadari, dan saatnya untuk menggunakan wet cleaning yang tidak hanya mudah namun juga ramah lingkungan.” (Editor : Monalisa).
Dry cleaning biasanya menggunakan tiga jenis bahan kimia untuk membersihkan kain, tapi yang sering digunakan adalah Percholorate. Bahan ini efektif menghilangkan noda, tapi di sisi lain bersifat toksik dan karsinogesik. Sisa residu bahan kimia itu pada pakaian bisa membahayakan ginjal.
“Perc sudah dilarang di beberapa negara seperti Amerika, Eropa. Di Singapura setiap karyawan laundry dry cleaning wajib melakukan pemeriksaan kesehatan rutin setiap tahunnya,” kata Kho Tjin Hok, Electrolux Lagoon Wet Cleaning Specialist Asia Pacific dalam keterangan pers, Kamis.
Sebagai alternatif, pakaian berbahan lembut bisa dibersihkan dengan cara wet cleaning yang mirip pencucian manual dengan tangan.
Poppy Dharsono, Presiden Asosiasi Perancang Pengusaha Muda Indonesia (APPMI), biasanya mencuci dulu pakaian-pakaian berbahan sutera dengan tangan, baru dikirim ke dry cleaning.
“Lama kelamaan saya cuci sendiri menggunakan sabun khusus dan metode yang khusus pula,” kata Poppy.
Metodenya begini, baju dicuci dengan tangan kemudian dikeringkan. Sebelum disetrika, baju dimasukkan plastik dan diletakkan di dalam freezer selama beberapa jam. Baru setelah baju disetrika.
“Suteranya, baju pengantinnya akan bagus lagi. Yang pasti dry cleaning tidak membersihkan dan tidak mengembalikan ke warna normal setelah beberapa kali dipakai,” ujar Poppy.
Dia menambahkan, demi mengurangi polusi lingkungan tidak semua pakaian yang baru dipakai model harus dicuci.
“Jika bisa dipakai 2-3 kali akan lebih baik karena mengurangi polusi lingkungan.”
Blogger Suci Utami kini memilih wet cleaning untuk menjaga lingkungan dan kualitas pakaian setelah mengetahui efek samping dari bahan kimia yang dipakai di dry clean.
“Efek samping ini baru saya sadari, dan saatnya untuk menggunakan wet cleaning yang tidak hanya mudah namun juga ramah lingkungan.” (Editor : Monalisa).
Pewarta : Nanien Yuniar
Editor:
Totok Marwoto
COPYRIGHT © ANTARA 2024