Logo Header Antaranews Jateng

Fenomena embun upas menjadi destinasi wisata baru di Dieng

Minggu, 23 Juni 2019 16:10 WIB
Image Print
Embun upas atau embun beku yang menyelimuti tanaman kentang di Dataran Tinggi Dieng. (Foto: Dokumentasi warga)
Purwokerto (ANTARA) - Embun upas atau embun beku yang muncul saat musim kemarau menjadi destinasi wisata baru di Kawasan Wisata Dataran Tinggi (KWDT) Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, kata Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa, Alif Faozi.

"Dalam satu minggu terakhir, embun upas muncul hingga tiga kali termasuk tadi pagi. Oleh karena telah viral, fenomena embun upas ini menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke Dieng," katanya saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Minggu.

Oleh karena itu, kata dia, ratusan penginapan (homestay) yang ada di KWDT Dieng khususnya di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, penuh oleh wisatawan yang menginap untuk sekadar menyaksikan fenomena embun upas.

Menurut dia, embun upas tersebut sering kali muncul ketika suhu udara di KWDT Dieng pada dini hari hingga pagi hari di bawah 0 (nol) derajat Celsius.

"Kalau di dalam rumah masih sekitar 5 derajat Celsius, tapi kalau di luar bisa di bawah 0 derajat Celcius. Oleh karena itu, saat sekarang banyak warga yang meletakkan termometer dinding mereka di luar rumah untuk membuktikan kepada wisatawan kalau suhu udaranya di bawah 0 derajat Celsius," katanya.

Lebih lanjut, Alif mengakui jika fenomena embun upas menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan sehingga mereka mendatangi Dieng yang secara kebetulan posisinya berada di puncak gunung.

Menurut dia, kondisi tersebut berbeda dengan Gunung Bromo yang kebanyakan berada di lereng gunungnya.

Kendati demikian, dia mengatakan kemunculan embun upas dapat berdampak buruk terhadap sektor pertanian di Dieng khususnya tanaman kentang karena tanamannya bisa mati jika langsung terkena embun tersebut.

"Upas artinya racun, sehingga kalau tanaman kentang tersebut terkena embun upas secara langsung, akan menghitam dan akhirnya mati. Namun sampai saat ini belum berdampak terhadap tanaman kentang," kata Alif yang juga petani kentang.

Ia mengatakan lahan tanaman kentang yang paling rawan terkena dampak embun upas rata-rata berada di sekitar kompleks Candi Arjuna karena embun tersebut paling sering muncul di lokasi yang tanahnya datar.

"Kalau di lereng seperti sebagian besar lahan tanaman kentang saya, sangat sedikit yang terkena embun upas. Tahun lalu, tanaman kentang milik ibu saya yang berada di sekitar kompleks candi terkena embun upas," katanya.

Meskipun embun upas sering muncul dalam beberapa waktu terakhir, dia mengatakan hingga saat ini petani kentang belum memasang pelindung tanaman agar embun tersebut tidak mengenai tanamannya.

Menurut dia, biasanya petani akan memasang pelindung tanaman kentang saat memasuki puncak musim kemarau pada bulan Juli hingga September untuk mengantisipasi kemungkinan embun upas muncul lebih tebal.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengelola Objek Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banjarnegara Aryadi Darwanto mengatakan embun upas kembali muncul pada Minggu (23/6) pagi di lapangan sebelah timur kompleks Candi Arjuna karena suhu udara saat itu mencapai minus 2 derajat Celsius.

"Banyak wisatawan yang datang untuk menyaksikan fenomena embun upas di Dieng," katanya.

Menurut dia, suhu udara terendah di Dieng pada musim kemarau tahun 2019 sempat mencapai minus 7 derajat Celsius, sedangkan pada Sabtu (22/6) pagi tercatat minus 5 derajat Celcius.

Baca juga: Jateng diminta serius garap wisata Borobudur-Dieng

Baca juga: Desa Wisata bangkitkan perekonomian warga Dieng Kulon

 

Pewarta :
Editor: Antarajateng
COPYRIGHT © ANTARA 2024