Mereka yang berlebaran di perantauan, jauh dari keluarga
Kamis, 13 Mei 2021 22:00 WIB
Kalau ada apa-apa kan susah, kami mengantisipasinya kan susahPurwokerto (ANTARA) - Siang itu, Rudi Gumilar duduk di belakang meja kerjanya yang berada satu blok dengan Ruang Kepala Stasiun Besar Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sembari menghadapi telepon pintar yang diletakkan di depan komputer.
Rudi tampak melakukan panggilan video dengan seorang pria yang merupakan ayahnya dan hal itu dilakukannya untuk bersilaturahmi karena dia tidak bisa mudik ke kampung halamannya di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada Lebaran 2021.
Bagi Rudi, momentum Lebaran 2021 merupakan pengalaman pertama berlebaran di perantauan yang jauh dari keluarga karena dia baru tujuh bulan bertugas di wilayah PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi 5 Purwokerto untuk mengemban jabatan sebagai Wakil Kepala Stasiun Besar Purwokerto.
"Kebetulan ini pengalaman pertama saya ditempatkan dinas jauh dari domisili. Sebelumnya, saya selama 12 tahun dinasnya tidak sampai keluar daerah," katanya saat ditemui di Stasiun Besar Purwokerto, Kamis siang.
Sejak tahun 2007 bekerja di wilayah PT KAI Daop 2 Bandung dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Stasiun Purwakarta, Jawa Barat, sebelum dimutasi ke wilayah PT KAI Daop 5 Purwokerto.
"Ini pengalaman pertama saya berlebaran hari pertama dan kedua tidak bertemu langsung dengan keluarga," kata pria beranak dua itu menegaskan.
Saat Lebaran sebelumnya, dia masih bisa bertemu langsung dengan keluarganya di Padalarang meskipun terikat dengan urusan kedinasan karena tempat kerjanya dekat dengan kampung halaman.
Kendati demikian, ia merasa tidak sendirian di wilayah PT KAI Daop 5 Purwokerto karena banyak pula rekan kerjanya yang berasal dari luar daerah sehingga mereka juga tidak bisa merasakan mudik Lebaran.
Baca juga: PCNU Banyumas: Silaturahmi secara virtual tidak mengurangi berkah Lebaran
Bahkan, Kepala Stasiun Besar Purwokerto Toni Hariyanto juga berasal dari Padalarang meskipun saat sekarang keluarganya tinggal di Ciamis, Jawa Barat, sehingga Rudi merasa seperti berada di kampung halamannya sendiri.
"Ini benar-benar pengalaman saya berlebaran di luar daerah. Namun sekarang, seiring dengan berkembangnya teknologi walaupun tidak bisa bertemu langsung, masih bisa video call (panggilan video, red.) lah, silaturahminya secara virtual," katanya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Besar Purwokerto Toni Hariyanto mengatakan berlebaran jauh dari keluarga bukanlah yang pengalaman yang pertamanya karena bagi insan PT KAI (Persero), setiap kali momentum lebaran dapat dipastikan berada di stasiun untuk melayani pemudik.
Kendati demikian, dia mengakui momentum lebaran dua tahun terakhir berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya seiring dengan terjadinya pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini.
"Cuma ada bedanya antara saat pandemi dan saat normal. Saat kondisi normal, terus terang ketika ingat keluarga, itu dapat dilupakan karena kami disibukkan dengan pelayanan penumpang, sehingga waktu pun tidak terasa, tahu-tahu selesai saja masa angkutan Lebaran," kata pria beranak tiga itu.
Akan tetapi suasana Lebaran pada masa pandemi tahun 2020 dan tahun 2021, kata dia, terdapat perbedaan karena saat Lebaran 2020 banyak perjalanan kereta api yang dibatalkan.
Sementara saat Lebaran 2021, kata dia, terdapat sejumlah perjalanan kereta api yang dikecualikan pada masa larangan mudik, yakni untuk memfasilitasi masyarakat yang memerlukan angkutan khusus seperti perjalanan dinas, menengok keluarga yang sakit, dan mengunjungi keluarga yang meninggal dunia.
"Jadi, kami masih melayani angkutan penumpang yang dikecualikan bukan untuk mudik," kata dia yang baru enam bulan menjabat Kepala Stasiun Besar Purwokerto setelah dimutasi dari jabatan lama Kepala Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta.
Dengan demikian, Toni merasa adanya suasana berbeda pada Lebaran 2021 dibanding Lebaran 2020 karena ada layanan kereta api penumpang meskipun bukan untuk mudik.
Kendati keluarganya tinggal di Ciamis yang jaraknya cukup dekat dengan Purwokerto, dia mengaku lebih memilih bersilaturahmi secara virtual karena tugas dan tanggung jawab sebagai kepala stasiun itu selama 24 jam.
Baca juga: Gubernur Jateng temui pemudik yang dikarantina di GOR Satria Purwokerto
Sementara jika pulang ke Ciamis membutuhkan waktu lebih dari tiga jam, sehingga tidak memungkinkan untuk pulang.
"Kalau ada apa-apa kan susah, kami mengantisipasinya kan susah. Beda kalau rumahnya di sekitaran Purwokerto yang bisa ditempuh dalam waktu 15 menit ke stasiun, ya berani pulang," katanya menjelaskan.
Hal yang sama juga diakui Manajer Humas PT KAI Daop 5 Purwokerto Ayep Hanapi. Dia pun terpaksa bersilaturahmi secara virtual dengan keluarganya yang tinggal di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
"Selain memang ada larangan mudik, kami juga ada layanan kereta api penumpang yang dikecualikan, sehingga kami tetap bekerja meskipun dalam suasana lebaran," kata dia yang baru tiga bulan bertugas di Purwokerto.
Kendati demikian, dia merasa tidak sendirian di Purwokerto karena banyak insan PT KAI Daop 5 Purwokerto yang berasal dari perantauan.
Bahkan, kata dia, banyak pula insan BUMN di Purwokerto yang mengikuti kebijakan pemerintah dengan tidak mudik ke kampung halamannya pada Lebaran 2021.
Ia mengharapkan pandemi COVID-19 dapat segera berlalu sehingga masyarakat pun bisa berlebaran seperti sediakala dan angkutan kereta api dapat kembali melayani pemudik.
Silaturahmi Virtual
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Banyumas Sabar Munanto menilai silaturahmi secara virtual saat Hari Raya Idul Fitri tidak akan mengurangi berkah Ramadhan dan Lebaran.
"Kami prihatin bahwa saat ini kasus COVID-19 meningkat kembali, ada di India, Malaysia, tentunya kita di Indonesia harus berhati-hati," katanya.
Ia mengatakan dengan tidak mudik ke kampung halaman saat Lebaran merupakan wujud rasa sayang masyarakat terhadap keluarga agar tidak tertular COVID-19 dan sebagai ikhtiar manusiawi dalam menjaga kesehatan bersama.
"Mudah-mudahan kita bisa melaksanakan silaturahmi dengan jalan lain, yaitu melalui media media sosial yang kita miliki, ada video call, dan lain-lain, mudah-mudahan tidak mengurangi keberkahan Ramadhan dan Lebaran pada tahun ini," katanya.
Baca juga: Ketupat Lebaran dekatkan interelasi hati
Sabar mengajak semua pihak untuk mengindahkan apa yang menjadi kewajiban manusia, yaitu menjaga kesehatan bersama merupakan suatu ibadah dalam rangka ikhtiar mencegah malapetaka yang mungkin melanda karena semua itu bukan sekadar melaksanakan tugas atau anjuran dari pemerintah, tetapi mempunyai nilai ibadah ketika melaksanakannya.
Ia mengharapkan Allah SWT segera mengangkat pandemi COVID-19 yang masih terjadi hingga saat ini, sehingga masyarakat bisa kembali menjalani kehidupan seperti sediakala.
"Mari bersama-sama menjaga situasi agar kesehatan masyarakat kita tetap terjaga. Hal itu dapat dilaksanakan masyarakat dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam kehidupan sehari-hari termasuk saat beribadah," katanya.
Dengan mengikuti kebijakan pemerintah untuk tidak mudik saat Lebaran, masyarakat berarti melindungi diri, keluarganya, dan orang lain dari penularan COVID-19.
Salah satu pertimbangan pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut adalah potensi terjadinya kerumunan dari kemacetan yang terjadi pada masa mudik dan saat itu setiap individu tidak mengetahui siapa saja yang membawa virus corona.
Oleh karena itu, protokol kesehatan yang terdiri atas memakai masker, mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menghindari kerumunan, serta mengurangi mobilitas (5M) harus terus diterapkan dalam setiap kesempatan demi terhindar dari penularan COVID-19.
Baca juga: Pemprov Jateng minta masyarakat ikuti ketentuan larangan mudik
Baca juga: Bupati Purbalingga ajak warga cegah lonjakan COVID-19 pasca-Lebaran
Pewarta : Sumarwoto
Editor:
Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2024