Logo Header Antaranews Jateng

Berpijaklah pada kebenaran sebelum bersikap soal Israel dan Palestina

Rabu, 19 Mei 2021 11:59 WIB
Image Print
Api dan asap membubung selama serangan udara Israel di tengah maraknya kekerasan Israel-Palestina, di Jalur Gaza selatan (11-5-2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa/aww.
Semarang (ANTARA) - Sikap Indonesia jelas terkait dengan konflik antara Israel dan Palestina karena tidak lepas dari koridor konstitusi bahwa penjajahan di dunia harus dihapuskan.

Dalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) hal itu jelas disebutkan.

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyatakan, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Setidaknya sejumlah kalangan ketika menyikapi pertikaian antara Israel dan Palestina, yang belakangan ini menyita perhatian publik dunia, termasuk warganet (netizen), tetap berpijak pada kebenaran yang telah termaktub di dalam UUD NRI Tahun 1945.

Baca juga: Ormas dan tokoh lintas agama di Indonesia desak PBB beri sanksi Israel

Kebenaran lain yang tidak boleh dinafikan adalah agama, norma yang berlaku, dan hati nurani masing-masing insan ketika mengetahui kekejaman perang.

Anak-anak yang tidak berdosa tak luput menjadi korban perang, baik pada Perang Dunia I maupun Perang Dunia II. Mereka harus kehilangan anggota keluarganya akibat perang.

Begitu pula konflik antara Israel dan Palestina, yang makin memanas sejak Senin (10/5). Korban warga sipil terus berjatuhan.

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affair (UN OCHA) dan BBC pada hari Senin (17/5) pukul 12.00 waktu setempat, setidaknya 200 warga Palestina di Jalur Gaza, termasuk 59 anak-anak, meninggal dunia dan sebanyak 1.305 orang cedera.

Selain data tersebut, dalam pernyataan sikap Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) dan Tokoh Penggerak Aksi Kemanusiaan Lintas Iman tentang Tragedi Kemanusiaan akibat Penyerangan Israel terhadap Palestina, Selasa (18/5), juga menyebutkan dua di antara 17 warga yang meninggal dunia di Tepi Barat adalah anak-anak.

Sementara itu, tercatat 42.000 orang penyintas mencari perlindungan saat ini di 50 sekolah di bawah naungan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA).

Reaksi Masyarakat

Sejak perang yang berkecamuk kembali di Palestina, semua kalangan, termasuk Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) yang merupakan aliansi organisasi kemanusiaan lintas iman di Indonesia bersama dengan tokoh penggerak aksi kemanusiaan lintas iman menyatakan sikap.

Mereka mendesak Israel untuk menghentikan serangan yang telah menyebabkan terus bertambahnya korban warga sipil, khususnya anak–anak, wanita, dan warga lanjut usia.

Warga sipil tentu saja adalah pihak yang paling menderita akibat konflik bersenjata, apalagi saat ini hampir sebagian besar negara dan warga di dunia masih berjuang untuk keluar dari krisis pandemi COVID-19, termasuk Palestina.



Dalam pernyataannya, mereka meminta semua pihak untuk mengedepankan langkah diplomasi dan negosiasi yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai perdamaian berpedoman pada resolusi Dewan Keamanan PBB dan berdasarkan parameter yang disepakati secara internasional.

Mereka juga mengutuk tindakan Israel yang mengusir warga Palestina di wilayah Sheikh Jarrah, kemudian berlanjut pada penyerangan ke Jalur Gaza Palestina secara membabi buta. Serangan ini berdampak korban jiwa pada masyarakat sipil yang tidak terlibat dalam konflik tersebut, khususnya perempuan dan anak-anak. Bahkan, serangan juga diarahkan ke fasilitas umum, seperti kantor perwakilan media-media, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan rumah ibadah.

Poin selanjutnya, mereka mendesak Israel untuk menghentikan segala tindakan agresi dan diskriminasi terhadap bangsa Palestina, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan mematuhi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dalam memberikan perlindungan secara luas kepada masyarakat sipil.

Israel juga harus menghentikan segera tindakan yang secara nyata mengarah pada pelanggaran atas Hukum Kemanusiaan Internasional dan Konvensi Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan 1977 yang mengatur perlindungan terhadap warga sipil dari konflik dan peperangan, khususnya anak–anak, perempuan, difabel, lanjut usia, dan kelompok rentan lainnya.

Mendesak kepada Dewan Keamanan PBB untuk memberikan sanksi kepada Israel atas tindakan yang telah melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan, keamanan, dan perdamaian internasional.

Selain itu, mereka meminta kepada otoritas Israel, Palestina, Yordania, dan Mesir untuk membuka dan menjamin akses serta keamanan bagi pegiat dan organisasi kemanusiaan dalam memberikan bantuan kemanusiaan, pekerja medis dalam menjalankan tugas kesehatan, dan pekerja media dalam menjalankan tugas jurnalisme.

IHA bersama dengan tokoh penggerak aksi kemanusiaan lintas iman juga mendorong semua otoritas terkait untuk memberikan perlindungan kepada warga sipil yang harus mengungsi di luar Palestina.

Mendukung langkah-langkah diplomatik yang telah dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam berbagai forum internasional.

Di samping itu, mereka mendorong peran kepemimpinan aktif Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB dalam menjalankan segala upaya diplomatik dan bertindak sebagai juru damai untuk menghentikan peperangan dan kekerasan di Palestina dengan melibatkan partisipasi organisasi multilateral, seperti ASEAN, OKI, dan Gerakan Non-Blok.



Meminta seluruh masyarakat Indonesia lintas agama untuk terus berdoa sekaligus memberikan dukungan moril maupun materiel agar krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina segera berakhir.

Dampak dari konflik ini telah merugikan nilai-nilai kemanusiaan secara universal yang dijunjung tinggi oleh semua agama.

Hukum Internasional

Jika membaca pernyataan sikap dari 25 organisasi/lembaga dan tokoh penggerak lintas iman dan jaringannya tersebut, tampaknya mereka berpijak pada hukum internasional yang merupakan salah satu dari versi kebenaran.

Ke-25 ormas/LSM yang menyatakan sikap, yakni MDMC/Muhamadiyah Aid, LPBI NU/NU Peduli, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Human Initiative, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), LAZ Wahdah, Forum Zakat (FOZ), Daarut Tauhid Peduli (DT Peduli), dan LAZ LMI.

Selanjutnya, Social Trust Fund UIN, KARINA Caritas Indonesia, Nurul Hayat, Yayasan Dana Sosial Al Falah, LAZ Al-Irsyad, Pusat Zakat Ummat, Rumah Yatim, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, dan Synergi Fondation.

Berikutnya, Humanitarian Forum Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Perkumpulan Organisasi Pengelola Zakat (POROZ), Yayasan ADRA Indonesia, dan PAHAM Indonesia.

Pernyataan sikap yang berpihak pada kebenaran, baik agama, hukum nasional/internasional, norma yang berlaku, dan hati nurani, setidaknya lebih objektif ketika melihat persoalan apa pun.

Begitu pula, ketika akan menyelesaikan permasalahan antardua negara tersebut, seyogianya berpegang pada empat kebenaran tadi agar pertikaian berakhir secara tuntas, atau tidak menimbulkan konflik antarbangsa pada masa yang akan datang.

Baca juga: TNI dan Polri jaga keamanan Kedubes AS dan Kantor PBB di Jakarta
Baca juga: Israel dan Palestina terus saling serang


Pewarta :
Editor: Mahmudah
COPYRIGHT © ANTARA 2024