Analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir di Jakarta, Jumat mengatakan bahwa merebaknya kekhawatiran terhadap konflik geopolitik di Ukraina masih membebani mata uang negara-negara berkembang, kondisi itu cukup memberikan sentimen negatif bagi rupiah.

"Ukraina menuduh Rusia melakukan penyerangan di wilayah perbatasan dan ini semakin meredupkan harapan akan adanya solusi damai di kawasan itu. Berlanjutnya konflik itu bisa membuat perbaikan ekonomi global menjadi tertahan," ujarnya.

Di sisi lain, ia menambahkan bahwa investor juga mewaspadai kondisi politik Indonesia. Pasar sedang mencermati pemerintahan baru dapat menggalang dukungan lebih banyak dari partai politik lain. Presiden baru mendatang perlu menaikan dukungan di DPR menjadi mayoritas untuk mendukung program pemerintahannya dapat berjalan dengan lancar.

"Rupiah mungkin akan diperdagangkan di kisaran Rp11.670-Rp11.725 per dolar AS untuk Jumat ini," katanya.

Pengamat Pasar Uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa penggerak pasar keuangan di dalam negeri masih minim sehingga mata uang rupiah kembali berada di area negatif, namun fluktuasinya masih stabil.

"Pasar sedang menunggu kepastian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Dalam posisi menunggu itu pelaku pasar uang cenderung memilih dolar AS dalam transaksinya," katanya.

Di sisi lain, lanjut dia, sebagian pelaku pasar uang juga mencemaskan kenaikan suku bunga AS (Fed rate) yang diperkirakan lebih cepat menyusul beberapa data ekonomi AS menunjukan perbaikan.

"Naiknya suku bunga AS berdampak cukup negatif bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia," katanya.