Yusril Mahendra: UU Minerba tak Langgar Konstitusi
Senin, 1 September 2014 18:13 WIB
Area pengolahan mineral PT Freeport Indonesia, di Tembagapura, Papua, Selasa (19/8). PTFI menggenjot kembali produksi mineral pasca larangan ekspor konsentrat dari 100.000 ton perhari atau 40 persen dari kondisi normal, menjadi 230.000 ton perhari se
"Norma Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba belum selesai karena masih memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah," kata dia, saat memberi keterangan sebagai ahli sidang pengujian UU Minerba di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, materi kedua pasal materi tidak bisa langsung dikatakan bertentangan konstitusi atau tidak, karena pengaturan secara teknis dalam aturan yang lebih rendah.
"Kalau ada norma undang-undang yang dinilai multitafsir, tetapi ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan seterusnya," katanya.
Menurut dia, kedua norma itu memang sengaja dirumuskan seperti itu agar pemerintah lebih mudah mengaturnya secara lebih lentur ke dalam peraturan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah diubah tanpa perlu mengubah UU Minerba.
Sedangkan ahli lainnya, Hikmahanto, mengatakan, larangan ekspor bahan mentah tambang ini justru amanah rakyat.
"Bagi rakyat Indonesia sudah tidak mau lagi bila kandungan dalam tanah air sekedar diekspor tanpa ada nilai tambah," kata pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia ini.
Hikmahanto juga berharap Indonesia jangan mengulang pengalaman salah di sektor minyak dan gas bumi.
"Minyak Indonesia tidak dimurnikan di Indonesia. Indonesia justru harus menjual ke luar negeri, di luar negeri setelah disuling baru dibeli Indonesia. Tentu ini akan mempengaruhi harga," katanya.
Untuk itu, pemerintah harus didukung menerapkan larangan impor bahan baku mentah yang diimplemantasikan dalam pasal 102 dan 103 UU Minerba.
"Dalam jangka pendek para pelaku usaha tentu akan dirugikan. Kerugian pelaku usaha merupakan collateral damage yang seharusnya menganggu visi dan fokus pemerintah dalam menjalankan amanah rakyat dalam Pasal 33 UUD 1945 yang diinterpretasikan dalam pasal 102 dan 103 UU Minerba," kata Hikmahanto.
Pengujian Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba ini diajukan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) dan sembilan perusahaan tambang.
Mereka menilai implementasi kedua pasal itu ditafsirkan pemerintah sebagai larangan ekspor bahan baku mentah tambang sejak terbit Permen ESDM Nomor 1/2014 tanggal 12 Januari 2014 yang membangkrutkan atau merugikan pengusaha.
Dia mengatakan, materi kedua pasal materi tidak bisa langsung dikatakan bertentangan konstitusi atau tidak, karena pengaturan secara teknis dalam aturan yang lebih rendah.
"Kalau ada norma undang-undang yang dinilai multitafsir, tetapi ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan seterusnya," katanya.
Menurut dia, kedua norma itu memang sengaja dirumuskan seperti itu agar pemerintah lebih mudah mengaturnya secara lebih lentur ke dalam peraturan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah diubah tanpa perlu mengubah UU Minerba.
Sedangkan ahli lainnya, Hikmahanto, mengatakan, larangan ekspor bahan mentah tambang ini justru amanah rakyat.
"Bagi rakyat Indonesia sudah tidak mau lagi bila kandungan dalam tanah air sekedar diekspor tanpa ada nilai tambah," kata pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia ini.
Hikmahanto juga berharap Indonesia jangan mengulang pengalaman salah di sektor minyak dan gas bumi.
"Minyak Indonesia tidak dimurnikan di Indonesia. Indonesia justru harus menjual ke luar negeri, di luar negeri setelah disuling baru dibeli Indonesia. Tentu ini akan mempengaruhi harga," katanya.
Untuk itu, pemerintah harus didukung menerapkan larangan impor bahan baku mentah yang diimplemantasikan dalam pasal 102 dan 103 UU Minerba.
"Dalam jangka pendek para pelaku usaha tentu akan dirugikan. Kerugian pelaku usaha merupakan collateral damage yang seharusnya menganggu visi dan fokus pemerintah dalam menjalankan amanah rakyat dalam Pasal 33 UUD 1945 yang diinterpretasikan dalam pasal 102 dan 103 UU Minerba," kata Hikmahanto.
Pengujian Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba ini diajukan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) dan sembilan perusahaan tambang.
Mereka menilai implementasi kedua pasal itu ditafsirkan pemerintah sebagai larangan ekspor bahan baku mentah tambang sejak terbit Permen ESDM Nomor 1/2014 tanggal 12 Januari 2014 yang membangkrutkan atau merugikan pengusaha.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Bareskrim tetapkan Dito Mahendra tersangka kepemilikan senjata api ilegal
17 April 2023 14:18 WIB, 2023
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017