Imparsial Bersama Sembilan Pemohon Gugat UU Pilkada
Senin, 29 September 2014 14:53 WIB
Tolak RUU Pilkada. Pengujukrasa dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi untuk menolak UU Pilkada ketika pelaksanaan Hari Bebas Kendaraan Bermotor di kawasan Bundaraan HI Jakarta, Minggu (28/9). Aksi yang melibatkan warga itu disertai pengumpul
Kesembilan pemohon lainnya ini adalah Supriyadi Widodo Eddyono, Wiladi Budiharga, Indriaswati D Saptaningrum, Ullin Ni'am Yusron, Anton Aliabbas, Antarini Pratiwi, serta tiga organisasi non pemerintah International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan LBH Pers.
"Para pemohon tersebut telah mengalami kerugian konstitusional karena kehilangan hak memilih secara langsung kepala daerah," kata Kuasa Hukum Pemohon Wahyudi Djafar saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Djafar mengungkapkan bahwa para pemohon menggugat Pasal 3 UU Pilkada karena merupakan roh dari UU tersebut dalam mengatur Pilkada melalui DPRD.
Pasal 3 Pasal ayat (1) berbunyi: "Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil".
Pasal 3 ayat (2) berbunyi: Bupati dan walikota dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil".
Menurut Djafar, ketentuan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat atau pemilihan melalui DPRD, dieliminir pengertiannya hanya sebatas perkara mekanisme formal belaka.
"Padahal hal ini menyangkut pelimpahan hak fundamental rakyat kepada lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukannya," katanya.
Djafar juga mengatakan pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD, maka sejatinya telah terjadi pelimpahan kewenangan hak fundamental rakyat.
"Hak rakyat ini suatu yang sifatnya prinsipil dan merupakan salah satu pondasi kebangsaan kita, oleh karenanya maka pengaturannya diletakkan pada pasal pertama UUD 1945. Hak yang memberi ruang partisipasi politik rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan," katanya.
Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 3 UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Permohonan pengujian UU Pilkada, selain Imparsial dan sembilan pemhon lainnya ini, MK mencatat dua permohonan lainnya yakni OC Kaligis dan permohonan yang diajukan oleh 13 perorangan.
Petugas pendaftaran Perkara MK Denny Feishal menyebut pemohon Imparsial dkk terdaftar dengan nomor 1313/PAN.MK/IX/2014.
Sedangkan OC Kaligis terdaftar dengan nomor 1314/PAN.MK/IX/2014 dan 13 pemohon perorangan yang terdiri Budi Arie Setia Budi, Panel Barus, Hendrik Dikson, Abdul Havid Permana, Robik Maulana, Misno, Wigyo, Guntur Siregar, Heru Yazid, Sinnaliwati, Rikani Blegur, A Pitono Adhi dan BI Purwanti Wurjanti dengan nomor pendaftaran 1315//PAN.MK/IX/2014.
"Para pemohon tersebut telah mengalami kerugian konstitusional karena kehilangan hak memilih secara langsung kepala daerah," kata Kuasa Hukum Pemohon Wahyudi Djafar saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.
Djafar mengungkapkan bahwa para pemohon menggugat Pasal 3 UU Pilkada karena merupakan roh dari UU tersebut dalam mengatur Pilkada melalui DPRD.
Pasal 3 Pasal ayat (1) berbunyi: "Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil".
Pasal 3 ayat (2) berbunyi: Bupati dan walikota dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota secara demokratis berdasar asas bebas, rahasia, jujur, dan adil".
Menurut Djafar, ketentuan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat atau pemilihan melalui DPRD, dieliminir pengertiannya hanya sebatas perkara mekanisme formal belaka.
"Padahal hal ini menyangkut pelimpahan hak fundamental rakyat kepada lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukannya," katanya.
Djafar juga mengatakan pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD, maka sejatinya telah terjadi pelimpahan kewenangan hak fundamental rakyat.
"Hak rakyat ini suatu yang sifatnya prinsipil dan merupakan salah satu pondasi kebangsaan kita, oleh karenanya maka pengaturannya diletakkan pada pasal pertama UUD 1945. Hak yang memberi ruang partisipasi politik rakyat untuk menentukan jalannya pemerintahan," katanya.
Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 3 UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Permohonan pengujian UU Pilkada, selain Imparsial dan sembilan pemhon lainnya ini, MK mencatat dua permohonan lainnya yakni OC Kaligis dan permohonan yang diajukan oleh 13 perorangan.
Petugas pendaftaran Perkara MK Denny Feishal menyebut pemohon Imparsial dkk terdaftar dengan nomor 1313/PAN.MK/IX/2014.
Sedangkan OC Kaligis terdaftar dengan nomor 1314/PAN.MK/IX/2014 dan 13 pemohon perorangan yang terdiri Budi Arie Setia Budi, Panel Barus, Hendrik Dikson, Abdul Havid Permana, Robik Maulana, Misno, Wigyo, Guntur Siregar, Heru Yazid, Sinnaliwati, Rikani Blegur, A Pitono Adhi dan BI Purwanti Wurjanti dengan nomor pendaftaran 1315//PAN.MK/IX/2014.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
BPJS Ketenagakerjaan bersama Jasa Raharja berkolaborasi Program JKK dan Lalu Lintas
18 October 2024 15:40 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017