"Kita selalu menyalahkan infrastruktur, selalu menyalahkan polisi, kapan kita menyalahkan diri sendiri? Mari kita bersama-sama menjadi a smart driver," kata Sony Susmana, direktur SDCI sekaligus praktisi safety driving, dalam konferensi pers "Eco Driving For Smart Driver" di Jakarta, Rabu.

"Eco driving memang penting, seperti munurunkan emisi dengan mematikan kendaraan saat lampu merah, tapi yang paling penting adalah smart driver," lanjutnya.

Dalam pelatihan "Eco Driving For Smart Driver" tersebut Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) memberi penekanan kepada teknik-teknik berkendara dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar defensive driving dan safety driving yang bertujuan agar dapat berkendara dengan aman dan nyaman sehingga dapat mengurangi angka kecelakaan.

SDCI dalam materi pelatihan menyebutkan bahwa Defensive Driving merupakan cara mengemudi untuk menyelamatkan nyawa, waktu dan uang dari bahaya yang timbul akibat kondisi disekitar anda dan tindakan orang lain.

Sedangkan Safety Driving merupakan cara mengemudi aman dan selalu berpikir jauh kepedan serta waspada terhadap segala risiko yang terjadi. Safety Driving ini terdiri dari hard skill dan soft skill.

Hard skill atau ketrampilan reaktif merupakan berkendara dengan mengandalkan keterampilan dan kemampuan (skill based). Hard skill ini meliputi kemampuan dalam keadaan darurat (emergency braking), manuver untuk menghindar, kontrol kendaraan, escaping, U-Turn dan J-Turn.

Sementara itu, Soft Skill atau ketrampilan proaktif merupakan pendekatan cara mengemudi secara mental (cognitive) yang bertujuan untuk meminimalkan risiko. Hal-hal yang masuk dalam Soft Skill antara lain jaga jarak, scan depan/ samping/ belakang, siap-siap mengerem, melihat dan dilihat, konsentrasi, pikirkan jalan keluarnya, pahami batasan (pengendara dan kendaraan).

Tujuan smart driving sendiri, menurut SDCI, ialah bagaimana seseorang bergerak mengarahkan kendaraan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan aman, nyaman dan ekonomis.