Effendi Simbolon Pertanyakan Peran Wantimpres
Senin, 26 Januari 2015 15:59 WIB
Effendi Simbolon (ANTARA)
"Ketika Presiden ingin menyelesaikan masalah KPK dan Polri yang dipanggil Wantimpres dong. Artinya ring dalam dong dimanfaatkan, tetapi ini malah dipanggil orang di luar sistem (tim independen)," kata Effendi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin.
Menurut Effendi, seharusnya Presiden Jokowi mengajak bicara orang-orang dalam sistem pemerintahannya dan jika Presiden lebih meminta bantuan orang-orang di luar sistem untuk menjaring rekomendasi, maka posisi Wantimpres hanya menjadi stempel.
"Wantimpres jangan hanya menjadi stempel. Oleh karena itu, tempatkan orang-orang yang punya kapabilitas sesuai dengan bidangnya. Jangan ambivalen, paradoks, ketika alami suatu masalah, perangkat kepresidenan jadi tidak berdaya," ujar dia.
Effendi juga mengkritik Sekretaris Kabinet Jokowi Andi Widjajanto yang dinilainya masih "kemarin sore".
Ia menilai level pengalaman Andi masih prematur dan berupaya mengatur Presiden yang disebut Effendi juga prematur.
Menurut Effendi, langkah Jokowi membentuk tim independen justru memperkeruh karut-marut politik dan menurunkan kepercayaan publik.
"Ngapain panggil orang-orang untuk selesaikan persoalan internal negara, ini bikin karut-marut, akhirnya kepercayaan rakyat rendah. Saya sebagai outsourcing partai menganggap kok begini mengelola negara," kata dia.
Effendi mengingatkan kalau tidak segera dievaluasi, bukan tidak mungkin 100 hari ke depan akan ada presiden baru.
"Harus evaluasi, apalagi JK saya lihat pasif. Bisa saja 100 hari berikutnya kita sudah bicara tentang presiden baru karena teman-teman di seberang lautan sana bukan berarti diam saja, mereka sedang menunggu memonitor," ujar dia.
Ia menilai bisa kembali terjadi peristiwa yang dulu pernah melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) karena politikus KMP tidak akan tahan tanpa kekuasaan.
Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk mencegah kriminalisasi dalam KPK dan Polri.
Tim independen ini terdiri atas tujuh orang, yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, mantan Wakil Kepala Polri Komjen Polisi (Purnawirawan) Oegroseno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, serta mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif.
Menurut Effendi, seharusnya Presiden Jokowi mengajak bicara orang-orang dalam sistem pemerintahannya dan jika Presiden lebih meminta bantuan orang-orang di luar sistem untuk menjaring rekomendasi, maka posisi Wantimpres hanya menjadi stempel.
"Wantimpres jangan hanya menjadi stempel. Oleh karena itu, tempatkan orang-orang yang punya kapabilitas sesuai dengan bidangnya. Jangan ambivalen, paradoks, ketika alami suatu masalah, perangkat kepresidenan jadi tidak berdaya," ujar dia.
Effendi juga mengkritik Sekretaris Kabinet Jokowi Andi Widjajanto yang dinilainya masih "kemarin sore".
Ia menilai level pengalaman Andi masih prematur dan berupaya mengatur Presiden yang disebut Effendi juga prematur.
Menurut Effendi, langkah Jokowi membentuk tim independen justru memperkeruh karut-marut politik dan menurunkan kepercayaan publik.
"Ngapain panggil orang-orang untuk selesaikan persoalan internal negara, ini bikin karut-marut, akhirnya kepercayaan rakyat rendah. Saya sebagai outsourcing partai menganggap kok begini mengelola negara," kata dia.
Effendi mengingatkan kalau tidak segera dievaluasi, bukan tidak mungkin 100 hari ke depan akan ada presiden baru.
"Harus evaluasi, apalagi JK saya lihat pasif. Bisa saja 100 hari berikutnya kita sudah bicara tentang presiden baru karena teman-teman di seberang lautan sana bukan berarti diam saja, mereka sedang menunggu memonitor," ujar dia.
Ia menilai bisa kembali terjadi peristiwa yang dulu pernah melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) karena politikus KMP tidak akan tahan tanpa kekuasaan.
Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk mencegah kriminalisasi dalam KPK dan Polri.
Tim independen ini terdiri atas tujuh orang, yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, mantan Wakil Kepala Polri Komjen Polisi (Purnawirawan) Oegroseno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, serta mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017