"Saya juga ingin penjelasan juga dari Komnas HAM. HAM-nya siapa yang dibela, sementara akibat gembong-gembong narkoba itu korbannya jutaan orang. Terus, HAM-nya siapa ini yang dibela Komnas?" kata Hasyim di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Rabu.

Menurut Hasyim, vonis hukuman mati yang diberikan kepada para terpidana kasus peredaran narkoba itu sudah tepat karena menyangkut keselamatan Negara.

Siapa pun yang terbukti bersalah karena mengedarkan narkoba di Tanah Air, lanjut dia, harus menerima risiko paling tinggi yakni hukuman mati.

"Menurut saya, ini kembali pada keselamatan Negara. Kalau keselamatan Negara yang dipertahankan adalah hak hidup generasi muda, ya itu pantaslah kalau dihukum maksimal mereka itu," jelasnya.

Terkait kedatangan salah satu anggota Senat Australia ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Selasa (10/3), Hasyim mengatakan itu hanya upaya diplomasi yang dilakukan Australia, dan tidak akan mempengaruhi pendirian NU terkait hukuman mati terhadap gembong narkoba.

"Di negaranya, mereka juga memberlakukan hukuman mati, jangan dikira tidak. Sehingga mereka ke sini itu untuk diplomasi. Itu pun untung-untungan kalau Indonesia mau," jelasnya.

Anggota Senat Australia Nick Xenophon mendatangi Kantor PBNU untuk meminta dukungan agar hukuman mati terhadap dua warga negaranya ditunda.

Xenophon datang ke PBNU bersama Imam Masjid Afghan, Adelaide, Australia, Syekh Kafrawi Abdurrahman Hamzah yang juga bertindak sebagai penerjemah.

Dua orang delegasi dari Australia itu diterima oleh Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F Masudi, Sekretaris Jenderal PBNU H Marsudi Syuhud, Bendahara Umum PBNU H Bina Suhendra, Ketua PBNU H Mohammad Maksoem Mahfudz, H Slamet Efendi Yusuf, H Iqbal Sullam, dan H Kacung Marijan.

"Kami sadar bahwa pemberlakuan hukuman mati ini hak Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, kami tidak meminta dibatalkan, tapi mohon untuk ditunda, agar ke depan juga bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat Australia bahwa narkoba membawa bahaya yang sangat besar," kata Syekh Kafrawi.