"Mahesa Jenar" yang diperankan Prof Teguh Supriyanto memimpin arakan-arakan budaya itu di Semarang, Selasa bergerak menuju Auditorium Unnes, tempat pengukuhannya sebagai guru besar bersama dua profesor lainnya.

Ditemui usai dikukuhkan, Teguh Supriyanto mengatakan Mahesa Jenar merupakan tokoh dari cerita Nogososro dan Sabuk Inten yang mengisahkan tentang peralihan kekuasaan Kerajaan Demak ke Pajang.

Ia mengenakan kostum Mahesa Jenar sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya Jawa, sekaligus menggambarkan "kawula alit" yang menginginkan adanya kedamaian dalam suasana pemerintahan sekarang.

"Kebetulan, cerita itu menjadi disertasi saya dulu. Ada banyak makna yang bisa diambil dari kisah itu, yakni masyarakat kecil yang menginginkan kedamaian, ketertiban, dan kebersamaan," katanya.

Guru besar bidang ilmu sastra itu menjelaskan kebersamaan orang-orang kecil perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan publik yang jarang sekali terjadi di era sekarang.

Dalam cerita klasik itu, kata dia, digambarkan pula adanya intrik politik yang mewarnai peralihan kekuasaan dari Demak ke Pajang, seperti pertentangan Islam yang dianut para wali dengan aliran kejawen.

"Situasi sama sebenarnya terjadi saat peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru. Ada pertentangan intrik politik dan ideologi, seperti kapitalisme, komunisme, agama, kepercayaan, dan sebagainya," katanya.

Pria yang mengaku menggemari cerita silat sejak kecil itu mengatakan berbagai nilai dan makna yang terkandung dalam kisah Nogososro dan Sabuk Inten bisa menjadi referensi kondisi sekarang ini.

Pada kesempatan itu, Teguh menyampaikan pidato pengukuhan guru besarnya yang mengangkat judul "Sambang Rasa dalam Sastra: Meretas Belenggu Pasca-Kolonial dan Praktik Hegemoninya".

Selain Teguh, dua guru besar lain Unnes yang dikukuhkan, yakni Prof Subyantoro dari bidang psikolinguistik pada FBS dan Prof Sucihatiningsih Dian Wisika dari Fakultas Ekonomi Unnes.

Subyantoro menyampaikan pidato pengukuhan berjudul "Model Bercerita untuk Mengembangkan Kepekaan Emosi", sementara Sucihatiningsih mengangkat "Implementasi Teknologi Informasi Cepat Saji Pembangunan Pertanian dan Propagasi Ekonomi Pertanian Kreatif untuk Meningkatkan Nilai Jual Petani".