Hakim Tolak Keberatan Sutan Bhatoegana
Senin, 27 April 2015 13:46 WIB
Mantan anggota Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana saat membacakan eksepsi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/4). Ia menilai dakwaan jaksa tidak cermat dan tidak jelas, dan meminta majelis hakim untuk membatalkan
"Mengadili, menolak keberatan dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara," kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Majelis hakim yang terdiri atas Artha Theresia, Syaiful Arif, Casmaya, Anwar, dan Ugo juga menolak semua keberatan kuasa hukum Sutan, Eggi Sudjana.
"Keberatan penasihat hukum yang menyatakan KPK tidak mengajukan Anggota Komisi VII lainnya menjadi tersangka atau terdakwa tidak relevan karena penetapan seseorang menjadi tersangka atau terdakwa merupakan kewenangan penuntut umum," kata hakim Artha.
Keberatan mengenai apakah Sutan sendiri atau orang lain yang mengambil uang, menurut hakim, merupakan materi perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan.
Majelis hakim juga menolak keberatan terdakwa yang merasa ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan lebih dulu dan menilai KPK menetapkannya sebagai tersangka baru mencari bukti-bukti dan keterangan saksi serta keberatan karena KPK tidak memberitahu dengan jelas mengenai apa yang disangkakan.
Menurut majelis hakim keberatan-keberatan itu bukan materi keberatan seperti yang diatur dalam Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan tidak beralasan secara hukum.
Hakim juga menolak keberatan terdakwa mengenai legalitas penyidik yang menyidik perkara Sutan, Budi Agung Nugroho yang diberhentikan dari Polri pada 31 Desember 2014 dan Ambarita Damanik yang diberhentikan dari Polri pada 30 November 2014.
Menurut hakim, berdasarkan Pasal 45 UU No.30/2002 tentang KPK, penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan KPK dan Budi Agung Nugroho adalah penyidik KPK berdasarkan keputusan pimpinan pada Januari 2007 dan Ambarita Damanik adalah penyidik KPK berdasarkan keputusan pimpinan 2 April 2005.
Hakim mengatakan segala tindakan hukum Budi A Nugroho dan Ambrita Damanik sejak diangkat KPK dan diberhentikan Kapolri adalah sah karena berdasarkan dan sesuai ketentuan pasal 45 UU 30/2002 tentang KPK.
"Termasuk tindakan yang dilakukan terhadap terdakwa yang berdasarkan surat perintah penyidikan 13 Mei 2014 menjadi tersangka. Sehingga keberatan tidak berdasarkan hukum dan ditolak," ungkap hakim Artha.
Keberatan mengenai surat dakwaan yang tidak mencantumkan unsur-unsur pidana dalam dakwaan juga dinilai tidak memenuhi Pasal 143 KUHAP atau tidak dapat diterima karena unsur-unsur pidana telah termuat dalam uraian dakwaan baik rumusan unsur maupun "locus delicti" (tempat perkara), "tempus delicti" (waktu perkara), dan uraian tindak pidana.
"Penuntut umum sudah menguraikan dakwaan cermat, jelas dan apakah bisa dibuktikan adalah menyangkut materi hukum yang tunduk pada pembuktian sehingga keberatan ditolak," jelas Artha.
Hakim juga menolak keberatan pribadi Sutan, termasuk yang berkenaan dengan ajaran orangtua untuk jujur bekerja, mengampanyekan antipolitik uang, pernah bekerja sama dengan KPK dan Polri, KPK melanggar HAM terhadap diri dan keluarganya, bertemu dengan mantan Sekjen ESDM Waryono Karno untuk urusan pekerjaan dan bukan menerima uang.
"Menimbang bahwa majelis berpendapat bukan materi keberatan sebagaimana pasal 142 ayat 2 KUHAP melainkan materi pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan sehingga tidak beralasan demi hukum dan ditolak," ungkap anggota majelis hakim Casmaya.
Atas putusan tersebut, Eggi Sudjana menyatakan banding.
"Kami sepakat banding karena kami melihat majelis yang mulia semua beralasan kewenangan penyidik. Dalam pengertian lebih lanjut putusan copy paste dari KPK. Tidak ada pendapat yang mulia, pertanyaan seriusnya kewenangan kami sebagai advokat apa? Kok tidak dipertimbangkan? Kenapa dari penyidik saja di-copy paste?" katanya.
"Yang mulia juga khilaf mengenai pasal 39 UU KPK yaitu jelas syarat penyidik dari kepolisian, kemudian PNS, di KUHAP juga demikian, tapi yang mulia lompat ke Pasal 45. Kehilafan ini serius. Prediksi intelektual saya meski klien kami tidak bersalah, tapi tetap akan dinyatakan bersalah, lebih baik tidak usah sinetron sidang, lebih baik langsung putusan saja," kata Eggi.
Menanggapi hal itu, hakim Artha meminta agar Eggi menyampaikan keberatan secara tertulis.
"Keberatan Anda akan dicatat dan lebih baik dicatat di memori banding," kata hakim Artha.
"Ditulis atau tidak itu urusan saya, yang mulia menimbang saja," balas Eggi dengan suara tinggi.
Eggi bahkan mengaku ingin mundur sebagai pengacara Sutan.
"Tidak ada larangan bagi kami untuk ngomong, berikan kami kesempatan ngomong. Saya punya dugaan tidak ada yang bisa kita dapat keadilan di sini. Sejago apapun lawyer. Saya keberatan mendampingi Anda lagi, kalau Anda setuju, saya mundur," jawab Eggi.
Sutan didakwa menerima uang dari Waryono Karno senilai 140 ribu dolar AS dalam pembahasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Ia juga didakwa menerima hadiah-hadiah lain yaitu menerima satu unit mobil Toyota Alphard dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra Yan Achmad Suep, uang tunai Rp50 juta dari Menteri ESDM 2011-2014 Jero Wacik, uang tunai 200 ribu dolar AS dari Kepala SKK Migas Januari-Agustus 2013 Rudi Rubiandini, dan mendapatkan rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.
Majelis hakim yang terdiri atas Artha Theresia, Syaiful Arif, Casmaya, Anwar, dan Ugo juga menolak semua keberatan kuasa hukum Sutan, Eggi Sudjana.
"Keberatan penasihat hukum yang menyatakan KPK tidak mengajukan Anggota Komisi VII lainnya menjadi tersangka atau terdakwa tidak relevan karena penetapan seseorang menjadi tersangka atau terdakwa merupakan kewenangan penuntut umum," kata hakim Artha.
Keberatan mengenai apakah Sutan sendiri atau orang lain yang mengambil uang, menurut hakim, merupakan materi perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan.
Majelis hakim juga menolak keberatan terdakwa yang merasa ditetapkan sebagai tersangka tanpa pemeriksaan lebih dulu dan menilai KPK menetapkannya sebagai tersangka baru mencari bukti-bukti dan keterangan saksi serta keberatan karena KPK tidak memberitahu dengan jelas mengenai apa yang disangkakan.
Menurut majelis hakim keberatan-keberatan itu bukan materi keberatan seperti yang diatur dalam Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan tidak beralasan secara hukum.
Hakim juga menolak keberatan terdakwa mengenai legalitas penyidik yang menyidik perkara Sutan, Budi Agung Nugroho yang diberhentikan dari Polri pada 31 Desember 2014 dan Ambarita Damanik yang diberhentikan dari Polri pada 30 November 2014.
Menurut hakim, berdasarkan Pasal 45 UU No.30/2002 tentang KPK, penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan KPK dan Budi Agung Nugroho adalah penyidik KPK berdasarkan keputusan pimpinan pada Januari 2007 dan Ambarita Damanik adalah penyidik KPK berdasarkan keputusan pimpinan 2 April 2005.
Hakim mengatakan segala tindakan hukum Budi A Nugroho dan Ambrita Damanik sejak diangkat KPK dan diberhentikan Kapolri adalah sah karena berdasarkan dan sesuai ketentuan pasal 45 UU 30/2002 tentang KPK.
"Termasuk tindakan yang dilakukan terhadap terdakwa yang berdasarkan surat perintah penyidikan 13 Mei 2014 menjadi tersangka. Sehingga keberatan tidak berdasarkan hukum dan ditolak," ungkap hakim Artha.
Keberatan mengenai surat dakwaan yang tidak mencantumkan unsur-unsur pidana dalam dakwaan juga dinilai tidak memenuhi Pasal 143 KUHAP atau tidak dapat diterima karena unsur-unsur pidana telah termuat dalam uraian dakwaan baik rumusan unsur maupun "locus delicti" (tempat perkara), "tempus delicti" (waktu perkara), dan uraian tindak pidana.
"Penuntut umum sudah menguraikan dakwaan cermat, jelas dan apakah bisa dibuktikan adalah menyangkut materi hukum yang tunduk pada pembuktian sehingga keberatan ditolak," jelas Artha.
Hakim juga menolak keberatan pribadi Sutan, termasuk yang berkenaan dengan ajaran orangtua untuk jujur bekerja, mengampanyekan antipolitik uang, pernah bekerja sama dengan KPK dan Polri, KPK melanggar HAM terhadap diri dan keluarganya, bertemu dengan mantan Sekjen ESDM Waryono Karno untuk urusan pekerjaan dan bukan menerima uang.
"Menimbang bahwa majelis berpendapat bukan materi keberatan sebagaimana pasal 142 ayat 2 KUHAP melainkan materi pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan sehingga tidak beralasan demi hukum dan ditolak," ungkap anggota majelis hakim Casmaya.
Atas putusan tersebut, Eggi Sudjana menyatakan banding.
"Kami sepakat banding karena kami melihat majelis yang mulia semua beralasan kewenangan penyidik. Dalam pengertian lebih lanjut putusan copy paste dari KPK. Tidak ada pendapat yang mulia, pertanyaan seriusnya kewenangan kami sebagai advokat apa? Kok tidak dipertimbangkan? Kenapa dari penyidik saja di-copy paste?" katanya.
"Yang mulia juga khilaf mengenai pasal 39 UU KPK yaitu jelas syarat penyidik dari kepolisian, kemudian PNS, di KUHAP juga demikian, tapi yang mulia lompat ke Pasal 45. Kehilafan ini serius. Prediksi intelektual saya meski klien kami tidak bersalah, tapi tetap akan dinyatakan bersalah, lebih baik tidak usah sinetron sidang, lebih baik langsung putusan saja," kata Eggi.
Menanggapi hal itu, hakim Artha meminta agar Eggi menyampaikan keberatan secara tertulis.
"Keberatan Anda akan dicatat dan lebih baik dicatat di memori banding," kata hakim Artha.
"Ditulis atau tidak itu urusan saya, yang mulia menimbang saja," balas Eggi dengan suara tinggi.
Eggi bahkan mengaku ingin mundur sebagai pengacara Sutan.
"Tidak ada larangan bagi kami untuk ngomong, berikan kami kesempatan ngomong. Saya punya dugaan tidak ada yang bisa kita dapat keadilan di sini. Sejago apapun lawyer. Saya keberatan mendampingi Anda lagi, kalau Anda setuju, saya mundur," jawab Eggi.
Sutan didakwa menerima uang dari Waryono Karno senilai 140 ribu dolar AS dalam pembahasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Ia juga didakwa menerima hadiah-hadiah lain yaitu menerima satu unit mobil Toyota Alphard dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra Yan Achmad Suep, uang tunai Rp50 juta dari Menteri ESDM 2011-2014 Jero Wacik, uang tunai 200 ribu dolar AS dari Kepala SKK Migas Januari-Agustus 2013 Rudi Rubiandini, dan mendapatkan rumah sebagai posko pemenangan dari pengusaha Saleh Abdul Malik.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017