Pramono Tegaskan Presiden tidak Mempersulit Ijin Pemeriksaan Anggota DPR
Jumat, 25 September 2015 10:55 WIB
Sekertaris Kabinet Pramono Anung (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
"Presiden pasti dan menjalankan putusan MK tersebut," kata Pramono saat mendampingi Presiden meninjau lokasi kebakaran lahan gambut di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis.
Pramono menegaskan presiden tidak akan mempersulit ijin pemeriksaan anggota DPR karena komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi.
Dia juga mengungkapkan bahwa Presiden telah menugaskan Menteri Hukum dan HAM untuk mempersiapkan tata cara pemberian ijin terhadap pemeriksaan anggota dewan tersebut.
"Akan dilakukan standarisasi dan juga dilakukan (pengeluaran ijin) cepat karena komitmen beliau terhadap pemberantasan korupsi," tegasnya.
Pramono juga akan percaya penuh terhadap penegak hukum sehingga pemerintah tidak akan melakukan penyelidikan sendiri terhadap pengeluaran ijin tersebut.
"Presiden akan mempercayai penegak hukum, jika ada anggota dewan terindikasi (korupsi). Lembaga Kepresidenanakan menyerahkan kepada lembaga penegak hukum," tegas Pramono.
MK telah menolak gugatan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana agar proses pemeriksaan anggota DPR yang terlibat kasus hukum tanpa perlu persetujuan tertulis pihak manapun.
Dalam putusaannya yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat pada Selasa (22/9) menyatakan bahwa adanya persetujuan tertulis dari presiden bukan berarti memberikan perlindungan istimewa terhadap anggota DPR untuk dimintai keterangannya atas penyidikan dugaan tindak pidana.
Menurut MK persetujuan Presiden ini dilakukan karena sebagai pejabat negara memiliki risiko yang berbeda dari warga negara biasa dalam melaksanakan fungsi dan haknya.
"Pembedaan itu berdasarkan prinsip logika hukum yang wajar dan proporsional yang eksplisit dimuat dalam undang-undang serta tidak diartikan sebagai pemberian keistimewaan yang berlebihan," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan putusan.
MK juga menilai jika persetujuan ini tetap diberikan pada Majelis Kehormatan Dewan tidak tepat, karena fungsi MKD megadilan masalah etik yang tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.
Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana menggugat Pasal 245 UU MD3 yang mengganggap persetujuan tertulis MKD bagi anggota DPR yang dimintai keterangan dalam penyidikan dugaan tindak pidana terkesan mengistimewakan DPR.
Pasal itu minta dibatalkan karena mirip dengan Pasal 36 UU Pemerintah Daerah yang sudah dibatalkan MK terkait izin pemeriksaan kepala daerah tidak lagi memerlukan izin presiden.
Pramono menegaskan presiden tidak akan mempersulit ijin pemeriksaan anggota DPR karena komitmen Jokowi terhadap pemberantasan korupsi.
Dia juga mengungkapkan bahwa Presiden telah menugaskan Menteri Hukum dan HAM untuk mempersiapkan tata cara pemberian ijin terhadap pemeriksaan anggota dewan tersebut.
"Akan dilakukan standarisasi dan juga dilakukan (pengeluaran ijin) cepat karena komitmen beliau terhadap pemberantasan korupsi," tegasnya.
Pramono juga akan percaya penuh terhadap penegak hukum sehingga pemerintah tidak akan melakukan penyelidikan sendiri terhadap pengeluaran ijin tersebut.
"Presiden akan mempercayai penegak hukum, jika ada anggota dewan terindikasi (korupsi). Lembaga Kepresidenanakan menyerahkan kepada lembaga penegak hukum," tegas Pramono.
MK telah menolak gugatan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana agar proses pemeriksaan anggota DPR yang terlibat kasus hukum tanpa perlu persetujuan tertulis pihak manapun.
Dalam putusaannya yang dibacakan Ketua Majelis Hakim MK Arief Hidayat pada Selasa (22/9) menyatakan bahwa adanya persetujuan tertulis dari presiden bukan berarti memberikan perlindungan istimewa terhadap anggota DPR untuk dimintai keterangannya atas penyidikan dugaan tindak pidana.
Menurut MK persetujuan Presiden ini dilakukan karena sebagai pejabat negara memiliki risiko yang berbeda dari warga negara biasa dalam melaksanakan fungsi dan haknya.
"Pembedaan itu berdasarkan prinsip logika hukum yang wajar dan proporsional yang eksplisit dimuat dalam undang-undang serta tidak diartikan sebagai pemberian keistimewaan yang berlebihan," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan putusan.
MK juga menilai jika persetujuan ini tetap diberikan pada Majelis Kehormatan Dewan tidak tepat, karena fungsi MKD megadilan masalah etik yang tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.
Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana menggugat Pasal 245 UU MD3 yang mengganggap persetujuan tertulis MKD bagi anggota DPR yang dimintai keterangan dalam penyidikan dugaan tindak pidana terkesan mengistimewakan DPR.
Pasal itu minta dibatalkan karena mirip dengan Pasal 36 UU Pemerintah Daerah yang sudah dibatalkan MK terkait izin pemeriksaan kepala daerah tidak lagi memerlukan izin presiden.
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
HLN ke-79, Dirut PLN tegaskan komitmen sebagai fondasi pembangunan nasional
29 October 2024 19:44 WIB
BPJAMSOSTEK Purwokerto tegaskan petugas badan ad hoc pilkada wajib dilindungi
28 September 2024 16:26 WIB
KPK tegaskan tidak ada kewajiban Kaesang melaporkan penerimaan gratifikasi
05 September 2024 17:00 WIB
Terpopuler - Hukum dan Kriminal
Lihat Juga
"Garis Bawahi Ya Hanya kamaludin yang Minta Uang,Patrialis tidak Pernah," kata Basuki
01 February 2017 18:16 WIB, 2017
Pengacara Minta Penyidik Menyelidiki Laporan agar Membongkar Kasus Rekayasa Antasari
01 February 2017 16:25 WIB, 2017