Arsenal kontra Manchester United merujuk kepada dua pesan bermakna dari setiap kejayaan dan kemenangan.

Pertama, kita tidak dapat menggenggam tujuan lebih besar jika tidak bersedia melepaskan obsesi kepentingan diri sendiri.

Kedua, kita tidak akan menjadi seorang atau sekelompok orang yang memanggul predikat sebagai visioner bila kita masing-masing tidak mampu dan tidak mau melihat kepentingan bersama sebagai kepentingan bersama.

Simsalabim... intisari ziarah hidup setiap manusia: perjuangan dan perlawanan tiada henti melawan kepentingan diri.

Lekas-lekas, tersembul sergah yang menyergap egoisme diri. "Ah, duel itu bukan berkisah mengenai diri ini". Jauh-jauh hari, kitab kebjiakan tidak sedikit menyajikan aya-ayat kerendahan hati untuk meraih kemenangan, bukan justru menuntut kesombongan diri di sekolah kerendahan hati.

Silakan mencermati introspeksi kemudian memungut pundi-pundi mawas diri. Ternyata, tim asuhan Arsene Wenger dan tim asuhan Louis Van Gaal telah lebih dulu mengajar diri sendiri dengan berkaca kepada kelemahan masing-masing tim.

Setelah 110 pekan absen, kini Manchester United kembali ke puncak klasemen Premier League. Arsenal terus menghadapi parodi dengan grafik penampilan yang tidak menentu. Kedua tim juga sama-sama menghadapi onak berduri ketika melakoni kompetisi Eropa, sebagaimana dikutip dari laman Fox Sports.

Pertandingan ini memang bukan laga menentukan, hanya saja Arsenal kini meraih 13 poin sementara Manchester United (MU) menggenggam 16 poin sampai pekan ketujuh klasemen Premier League.

Capaian Arsenal dan Manchester United tentu tidak lepas dari kemampuan masing-masing penggawa menerjemahkan visi tim kemudian menerapkannya dalam sebuah proyek bernama kerja dengan huruf besar.

Kedua tim sama-sama berseru di tengah padang pasir perjuangan Premier League: kami melakukan, kami menyelesaikan, kami terus mengubah diri. Inti seruan itu, dedikasikan seluruh diri kepada kepentingan bersama.

Caranya: berkerja dan bertandinglah dengan kerendahan hati tanpa sedikit pun gentar ketika menghadapi lawan.

Silakan mencermati hasil kerja bareng Arsenal dan Manchester United ketika mengarungi musim kompetisi sebagaimana dikutip dari laman Whoscored.com:

* Arsenal:
Rata-rata gol per pertandingan: 1,4
Rata-rata penguasaan bola: 60,4
Akurasi umpan: 86,1 persen
Tembakan yang dilepaskan per pertandingan: 21,1
Tekel per pertandingan: 20.4
Dribel per pertandingan: 13,3
Nilai disiplin: 82

* Manchester United:
Rata-rata gol per pertandingan: 1,7
Rata-rata penguasaan bola: 59,9 persen
Akurasi umpan: 85,3 persen
Tembakan yang dilepaskan per pertandingan: 11,4
Tekel per pertandingan: 19
Dribel per pertandingan: 7,6
Nilai disiplin: 90

Bobot persentase capaian kedua tim berkonfrontasi dengan tiga isu mendasar kedua tim.

Isu pertama, berkaitan dengan capaian Louis van Gaal pada pertengahan pekan ini ketika meraih kemenangan melawan Wolfsburg di ajang Liga Chanpions. Kemenangan ini dapat dibaca dan diartikan bahwa mentalitas untuk meraih kemenangan telah kembali dimiliki kubu old Trafford.

Jika penampilan United terbukti benar-benar berdayaguna, makin tertata rapi, makin kompak ketika mengawali musim, justru Arsenal dalam kondisi sebaliknya.

Van Gaal tiada henti memfokuskan diri dalam peningkatan lini pertahanan, terus memperbaiki lini serang agar makin bertuah efektif dan berbuah efisien, dengan mengerahkan seluruh kemampuan trisula Juan Mata, Memphis Depay, dan Anthony Martial.

Di kubu Arsenal, kualitas serangan boleh dibilang di atas rata-rata, buktinya pasukan asuhan Arsene Wenger itu mampu menang 5-2 atas Leicester.

Hanya saja di panggung besar, pelatih asal Prancis itu tidak jarang perlu memompa semangat anak asuhannya, sementara salah satu pemain andalan mereka yakni Alexis Sanchez bakal absen dalam duel dengan Manchester United.

Visi itu berbuah dan bertuah. Yang menarik, ada perbedaan capaian kedua tim, bahwa United unggul dua gol dibandingkan dengan Arsenal.

Isu kedua, soal peran playmaker di masing-masing tim. Di kubu Manchester merah, pemain berpaspor Spanyol Juan Mata menunjukkan naluri sebagai predator gol.

Sejak hengkang ke Old Trafford, penampilannya mampu menginspirasi rekan satu tim dengan pergerakan cepat tiada kenal lelah menusuk jantung pertahanan lawan. Ia gelandang yang mampu menjaga kedalaman dan kerapkali berperan sebagai pemain depan.

Sementara pemain lain asal Spanyol, Santi Cazorla berperan sebagai gelandang pengangkut air. Kiprahnya dapat dibandingkan dengan Mesut Oezil atau Aaron Ramsey.

Isu ketiga, kedua tim sama-sama mengidap kelemahan di lini pertahanan. "Bertanding di kandang, tentu kami harus tampil lebih agresif dari awal sampai akhir dan tampil lebih agresif. Skema ini yang harus kami mainkan," kata Per Mertesacker.

"Kalau saja kami tampil kurang berkonsentrasi dan kurang berdisiplin, maka kami kehilangan kesempatan meraih kemenangan. Ini kesempatan kami tampil dengan gaya khas kami lagi."

Di kubu MU, Anthony Martial dan Wayne Rooney siap unjuk kecepatan dan unjuk kekuatan. Di sini fokus perhatian tetap kepada penampilan Rooney. Penampilannya ketika Wolfsburg masih memuat tanda tanya, apakah mantan pemain Everton itu mampu mengemban tugas sebagai ujung tombak tim.

Kekhawatiran ini kemudian dijawab oleh pelatih timnas Inggris, Roy Hodgson yang menyatakan kepercayaan diri Rooney makin subur bertumbuh. Penampilannya makin nyetel bahkan nyekrup bersama dengan Martial dan Memphis.

Tiga kelemahan dan kelebihan itu lantas dibingkai dalam poin positif yang diperoleh lima pemain kunci kedua tim dalam rapor peringkat:

* Arsenal:
S. Cazorla (7,72)
A. Sánchez (7,49)
H. Bellerín (7,41)
M. Oezil (7,4)
L. Koscielny (7,4)

* Manchester United:
A. Martial (8,07)
J. Mata (7,42)
C. Smalling (7,37)
L. Shaw (7,36)
D. Blind (7,23)

Berbekal tiga kelemahan dan kelebihan masing-masing tim dan rapor penampilan itulah, tiga pertanyaan inspiratif diperoleh agar dapat dijadikan "sesuatu" ketika menyaksikan duel antara Arsenal dan Manchester United:

Pertama, siapa pemain dari kedua tim yang mampu tampil berani? Berani artinya, mampu dan bisa melangkah maju.

Untuk berani, maka perlu tekad membaja mengubah diri, meninggalkan segala kebiasaan dan kecenderungan mencari kepentingan diri sendiri. Mencari nikmat demi sendiri merupakan bom waktu bagi nilai kebersamaan. "Beranilah maka kekuatan digdaya segera menyambangi Anda cepat atau lambat".

Kedua, jika Anda berharap meraih kemenangan, maka kemenangan akan mendatangi Anda. Jika egoisme diri yang Anda terus andalkan, maka egoisme itulah yang segera menggerogoti diri Anda cepat atau lambat.

Silakan mencermati bahwa rentang poin rata-rata lima pemain Arsenal berkisar 7,4 sampai dengan 7,72, artinya mereka lebih mampu merajut kerjasama apik; sementara di kubu Manchester United rentang poin rata-rata dari lima pemain berkisar 7,23 sampai dengan 8,07.

Ketiga, visi, tujuan, dan nilai-nilai agung biasanya bersifat tidak kasatmata, dan filosofis. Siapa dari antara kedua pelatih, antara Wenger dan Van Gaal, yang mampu mengejar untuk menerapkan nilai-nilai filosofis tim secara autentik?

Bukankah sepak bola lahir dari hal-hal yang filosofis yang mencari untuk menemukan jawaban atas pertanyaan "apa itu indah, apa itu baik, apa itu kerjasama tim?"

Ketiga pertanyaan inspiratif itu pada akhirnya menyasar kepada satu penegasan dari proyek bernama kemenangan dan kejayaan bersama dengan mengalahkan egoisme.

Implikasinya, "jika anda masing-masing tidak memiliki spiritualitas yang kokoh, Anda tidak akan mendapat makna rohani apa-apa dari segala yang diusahakan dan dikerjakan selama ziarah hidup bersama orang lain."

Hanya mereka yang mampu mengalahkan diri sendiri yang berhak meraih kemenangan dan kejayaan bagi proyek kebersamaan, sebagaimana dicetuskan dari jumlah gol yang dihasilkan oleh pemain kedua tim di bawah ini:

* Arsenal:
A. Sánchez (3)
O. Giroud (3)
T. Walcott (2)

* Manchester United:
A. Martial (3)
J. Mata (3)
D. Blind (1)
W. Rooney (1)

Hanya ada satu pepatah bijak dari pepatah Latin untuk memampatkan duel Arsenal dan Manchester United:

* Vincit qui partitur, artinya yang berani menderita, akan beroleh kemenangan.