Pertunjukan seni dengan tajuk "White Noise" tersebut sebagian besar seniman mengenakan dandanan serba putih, bahkan beberapa di antara mereka melumuri tubuhnya dengan cat warna putih.

Mereka menari diiringi berbagai alat musik, dengan gerakan yang rancak mereka terlihat kompak meskipun tidak berasal dari satu sanggar.

Beberapa penari membawa potongan bambu yang mengeluarkan asap sebagai simbol mereka mempertanyakan soal polusi udara yang terjadi di negeri ini, baik asap kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumetera beberapa waktu lalu maupun polusi asap kendaraan di kota-kota besar yang cukup membahayakan.

Presiden Komunitas Lima Gunung, Sutanto Mendut, mengatakan mendapat inspirasi tentang asap waktu di jalanan juga dari hutan yang terbakar.

Ia mengatakan ada asap yang sangat berbahaya yang diproduksi oleh industri bergaya hidup kota dan asap kebakaran hutan di Kalimantan.

"Kami menanyakan apa yang dibutuhkan kota, apa yang dianggap bernilai di kota ternyata menjadi asap yang kita tonton bersama," katanya.

Ia menuturkan asap di kota mengandung karbon dioksida yang dihasilkan ribuan kendaraan sebenarnya sangat berbahaya.

"Kita dilarang merokok tetapi yang lebih berbahaya dan mengerikan tidak ada yang melarang. Asap kendaraan itu lebih berbahaya dari merokok," katanya.

Ia mengatakan asap kendaraan yang lebih berbahaya ini berada di ruang publik di seluruh kota di Indonesia.

"Ini pesan dari asap dalam pertunjukan ini agar menjadi pemikiran semua pihak," katanya.