Paham itu teridentifikasi bagian dari Negara Islam Indonesia (NII) dan keberadaannya mengancam perdamaian dan persatuan di Indonesia, kata Maman di Jakarta, Selasa.

"Upaya pencegahan paham radikalisme dan mengarah pada pecah belah bangsa Indonesia harus lebih masif dan intensif. Jika tidak, ancaman ISIS dan organisasi seperti Gafatar ini akan terus muncul," kata anggota Fraksi PKB itu.

Menurut Maman, organisasi seperti Gafatar akan terus muncul bila pemahaman tentang prinsip keagamaan, kebangsaan, dan kenegaraan belum dipahami secara komprehensif oleh seluruh masyarakat. Hal itu memungkinkan selalu ada sekelompok orang yang secara ilusif mencoba membangun sistem di dalam sistem.

"Ini jadi tugas besar negara dan ormas keagamaan untuk memberi pemahaman kepada warga negara melalui civic education' dan agama yang bernilai nasionalisme," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, banyaknya patologi sosial di tengah masyarakat berupa ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum serta kehancuran moralitas di tengah masyarakat terutama oleh penyelenggara pemerintahan, memunculkan kekecewaan dan keinginan untuk merebutnya dari mereka.

"Yang pasti adanya orang-orang yang sedang bermasalah, galau, gelisah yang secara personal mencoba mencari solusi sendiri. Ini yang menjadi sasaran empuk untuk direkrut paham radikalisme dan organisasi seperti Gafatar ini," katanya.

Untuk itu, lanjut Maman, harus ada kontra-intelijen dan propaganda dari pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT), untuk memberikan peringatan kepada kelompok-kelompok radikal dan organisasi menyimpang seperti Gafatar agar tidak bisa berkembang.

Dari informasi kepolisian, Gafatar terindikasi merupakan pecahan Al Qiyadah Al Islamiah yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq. Mereka merekrut aktivis dan mantan aktivis, serta profesional muda yang pengetahuan agamanya pas-pasan.

Gafatar disebut-sebut terkait dengan "hilangnya" sejumlah orang, termasuk dokter Rica dan anaknya dari Yogyakarta sejak 30 Desember 2015 dan baru "ditemukan" di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Senin (11/1).