"Pada hari Jumat yang lalu, ada yang datang dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan bertemu dengan Rois. Saya enggak tahu bicara apa karena kita juga enggak diberitahu," kata anggota Dewan Pembina TPM Achmad Michdan kepada Antara di Cilacap, Jawa Tengah.

Dia mengaku bertemu Rois saat mengunjungi terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pasir Putih, Pulau Nusakambangan karena terpidana mati itu juga dipenjara di lapas tersebut.

Menurut dia, petugas Kejari Jaksel itu menyodori Rois surat pernyataan yang isinya akan mengajukan PK atau tidak mengajukan PK.

"Sejak lama media dan publik sudah tahu bahwa ustaz (Rois, red.) itu akan mengajukan PK tetapi belum kita masukkan PK-nya karena banyak perkara yang ditangani TPM perlu mendapat atensi khusus. Jadi, formalnya pengajuan PK (Rois) belum kita masukkan," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, Rois menyatakan menolak semua penetapan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

"Akan tetapi kemudian entah bagaimana, dia (Rois, red.) seolah-olah tidak PK. Oleh karena itu, saat saya bertemu dia, saya jelaskan jika ustaz (Rois) tidak setuju dengan putusan PN, PT, dan MA artinya ustaz mengajukan PK. Jadi, pernyataan yang menyatakan ustaz tidak mengajukan PK itu adalah kekeliruan, sehingga heboh bahwa ustaz tidak mengajukan PK," jelasnya.

Terkait hal itu, dia mengatakan bahwa Rois akhirnya menulis surat pernyataan baru jika urusan PK diserahkan kepada penasihat hukumnya yakni TPM.

Kendati demikian, dia mengaku tidak tahu apakah petugas Kejari Jaksel itu juga menemui terpidana mati kasus bom Kedubes Australia lainnya yakni Achmad Hasan alias Agung Cahyono alias Purnomo karena yang bersangkutan menghuni lapas lain di Nusakambangan.

"Saya tidak bertemu Hasan. Dia juga klien kami," katanya.

Iwan Darmawan alias Rois dan Achmad Hasan divonis mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13 September 2004 karena terbukti terlibat pengeboman Kedutaan Besar Australia di Kuningan, Jakarta Selatan, 12 September 2004.

Kedua terpidana mati ini selanjutnya mengajukan banding atas vonis tersebut, namun ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 26 Desember 2005.

Setelah putusan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah (incrach), jaksa eksekutor memindahkan kedua terpidana mati ini dari Lapas Cipinang, Jakarta, ke Lapas Batu, Pulau Nusakambangan, dengan menggunakan helikopter Polri pada 13 Mei 2010.