Urus Pencari Suaka, Australia Ajak Enam Negara Kembali Berunding
Sabtu, 20 Februari 2016 16:36 WIB
Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull. (aap.au)
Jumlah pencari suaka yang berupaya ke Australia relatif jauh lebih kecil dibanding mereka yang tiba di Eropa. Namun, Australia khawatir terhadap keamanan perbatasan sebagai persoalan politik yang panas, dan isu sensitif terhadap hasil pemilu nasional tahun ini.
Perundingan dengan pemerintah tiga negara Asia Tenggara fokus untuk menempatkan 1.459 tahanan pencari suaka, yang sebagian besar di antaranya tiba pada masa pemerintahan sebelumnya, saat dipimpin Perdana Menteri John Abbot.
Tiga negara lain juga terlibat dalam tahap awal perundingan, namun Sydney Morning Herald tidak mengungkapkannya.
Juru bicara Perdana Menteri Malcolm Turnbull menolak membenarkan ataupun membantah laporan tersebut.
Meski demikian, Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengingatkan bahwa perundingan masih berada dalam tahap awal karena persoalan lokal akan mempengaruhi hasil akhir negosiasi.
"Beberapa negara mempunyai persoalan domestik seperti pemilihan umum," kata Bishop dalam pernyataan tertulisnya.
Filipina akan menggelar pemungutan suara pada 9 Mei 2016 untuk memilih presiden dan wakil presiden baru.
Kebijakan keras Canberra dalam bidang imigrasi membuat siapapun yang diketahui hendak menuju Australia dengan kapal akan dikirim ke Nauru dan Pulau Manus di Papua Nugini. Mereka tidak akan pernah boleh menetap di Australia.
Upaya Australia pada masa lalu untuk menempatkan pencari suaka di negara lain berakhir dengan kegagalan.
Pada Oktober 2015, Presiden Filipina Benigno Aquino menyatakan bahwa negaranya "tidak mempunyai kapasitas" untuk secara permanen menampung pencari suaka.
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan "pemenuhan kebutuhan rakyat sendiri pada saat ini."
Australia sendiri pada saat itu menawarkan 150 juta dolar Amerika Serikat (AS), yang akan diberikan secara bertahap selama lima tahun, sebagai balasan atas relokasi pencari suaka.
Kesepakatan yang sempat diraih bersama Kamboja juga terhenti di tengah jalan, setelah negara tersebut hanya merelokasi empat pengungsi.
Pada 2011, pengadilan tinggi Australia membatalkan kesepakatan dengan Malaysia karena negara tersebut bukan merupakan penanda-tangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pengungsi.
Australia juga menerima kritik dari PBB akibat kebijakan keras soal pengungsi.
Sejak 2012, manusia perahu yang menuju Australia diusir dari tengah laut atau ditahan di Nauru. Di tempat itu, banyak laporan soal serangan dan pelecehan terhadap anak secara sistemik.
Perundingan dengan pemerintah tiga negara Asia Tenggara fokus untuk menempatkan 1.459 tahanan pencari suaka, yang sebagian besar di antaranya tiba pada masa pemerintahan sebelumnya, saat dipimpin Perdana Menteri John Abbot.
Tiga negara lain juga terlibat dalam tahap awal perundingan, namun Sydney Morning Herald tidak mengungkapkannya.
Juru bicara Perdana Menteri Malcolm Turnbull menolak membenarkan ataupun membantah laporan tersebut.
Meski demikian, Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengingatkan bahwa perundingan masih berada dalam tahap awal karena persoalan lokal akan mempengaruhi hasil akhir negosiasi.
"Beberapa negara mempunyai persoalan domestik seperti pemilihan umum," kata Bishop dalam pernyataan tertulisnya.
Filipina akan menggelar pemungutan suara pada 9 Mei 2016 untuk memilih presiden dan wakil presiden baru.
Kebijakan keras Canberra dalam bidang imigrasi membuat siapapun yang diketahui hendak menuju Australia dengan kapal akan dikirim ke Nauru dan Pulau Manus di Papua Nugini. Mereka tidak akan pernah boleh menetap di Australia.
Upaya Australia pada masa lalu untuk menempatkan pencari suaka di negara lain berakhir dengan kegagalan.
Pada Oktober 2015, Presiden Filipina Benigno Aquino menyatakan bahwa negaranya "tidak mempunyai kapasitas" untuk secara permanen menampung pencari suaka.
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah lebih memprioritaskan "pemenuhan kebutuhan rakyat sendiri pada saat ini."
Australia sendiri pada saat itu menawarkan 150 juta dolar Amerika Serikat (AS), yang akan diberikan secara bertahap selama lima tahun, sebagai balasan atas relokasi pencari suaka.
Kesepakatan yang sempat diraih bersama Kamboja juga terhenti di tengah jalan, setelah negara tersebut hanya merelokasi empat pengungsi.
Pada 2011, pengadilan tinggi Australia membatalkan kesepakatan dengan Malaysia karena negara tersebut bukan merupakan penanda-tangan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pengungsi.
Australia juga menerima kritik dari PBB akibat kebijakan keras soal pengungsi.
Sejak 2012, manusia perahu yang menuju Australia diusir dari tengah laut atau ditahan di Nauru. Di tempat itu, banyak laporan soal serangan dan pelecehan terhadap anak secara sistemik.
Pewarta : Antaranews
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Tim SAR gabungan Cilacap evakuasi jenazah pencari ubur-ubur di perairan Lengkong
16 October 2023 14:44 WIB, 2023
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017