"Pondok pesantren bukan tempat teroris. Justru umat Islam sedang diteror, termasuk pondok pesantren," ujarnya setelah bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Kamis.

Bahkan pihaknya tidak menginginkan pondok pesantren menjadi korban teroris. "Ada umat Islam yang meneror pondok pesantren. Tapi jangan sampai kita yang kena teror," katanya didampingi salah satu anggota Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor Din Syamsuddin itu.

Terkait pertemuan di Kantor Wapres tersebut, Kiai Hasan mendengarkan banyak cerita dari Wapres tentang peran pondok pesantren dalam pembangunan karakter bangsa.

"Bahkan beliau juga membina beberapa pondok pesantren milik Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama). Menurut beliau, memang pondok pesantren perlu pembinaan," ujarnya.

Mengutip pernyataan Wapres, dia mengemukakan bahwa pondok pesantren harus dapat membina dan memberdayakan perekonomian umat sehingga menjadi tuan rumah perekonomian sendiri.

Kiai Hasan mengemukakan, Pondok Pesantren Gontor di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, memiliki banyak alumni, baik di dalam maupun di luar negeri.

Selain memiliki 23 unit Pondok Pesantren Cabang Gontor dengan jumlah santri mencapai 24 ribu orang putra dan putri, para alumninya juga mendirikan 380 unit pondok pesantren.

"Alumni kami juga mendirikan pondok pesantren di Thailand. Di Singapura juga akan didirikan. Di Malaysia tidak dapat dilanjutkan karena suasananya berbeda dengan di Indonesia," kata Kiai Hasan.

Sementara, ketika ditanya kemungkinan ada santri yang menggunakan narkoba, ia mengatakan Gontor bersih dari obat-obatan terlarang.

"Jangan narkoba, di Gontor rokok saja dilarang. Insya Allah tidak ada santri yang menggunakan narkoba. Di sana ada pengecekan setahun empat kali, lemari-lemari santri digeledah. Tidak ada ditemukan narkoba."

Menurut dia, Gontor memiliki sistem pendidikan tersendiri. "Kami jalankan bertahun-tahun dan akhirnya banyak yang tiru," ujar Kiai Hasan mengenai sistem pendidikan pondok pesantren modern pertama di Indonesia itu.

Sebelumnya Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mendesak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap 19 nama pondok pesantren yang terindikasi sarat dengan aktivitas radikalisme.

"Pengungkapan nama-nama pondok pesantren tersebut dinilai penting agar tidak menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama orang tua yang mengirimkan anaknya belajar," katanya.