Kontras Tolak Tegas Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Selasa, 24 Mei 2016 16:17 WIB
Pengendara melintas di depan Baliho Alat Peraga Kampanye (APK) di Jalan Raya Wates, Kabupaten, Jawa Timur, Selasa (4/2). (ANTARA FOTO/Rudi Mulya)
Jakarta, Antara Jateng - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menentang pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto karena idak tepat dan bertentangan dengan konteks keadilan.
"Bagi kami dan para korban pelanggaran HAM, menolak dengan tegas pengusulan tersebut, alasannya sangat kuat di mana kehidupan masyarakat sipil pada waktu itu dibatasi, KKN merebak yang dampak dan implikasinya masih terasa hingga kini," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Selasa.
Wacana ini sudah muncul beberapa kali seperti pada 2010 ketika Soeharto lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan oleh Kementerian Sosial, 2014 yang dijanjikan oleh Capres Prabowo Subianto seandainya terpilih menjadi presiden dan tahun ini diusulkan dalam Munaslub Partai Golkar.
"Wacana itu menyabotase dan mencederai cita-cita reformasi di mana agenda utamanya adalah mengadili Soeharto dan kroninya karena Soeharto telah menciptakan sistem pemerintahan otoritarian dan sarat KKN," ujar Yati.
Pada hakikatnya, lanjut dia, gelar pahlawan adalah bentuk penghormatan dan penghargaan serta simbol pengakuan kepada warga negara yang berjasa dan mendarmabaktikan hidupnya serta memberikan karya terbaiknya bagi bangsa dan negara.
"Seseorang yang layak diberikan gelar pahlawan dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan merusak nilai perjuangannya, namun Soeharto adalah sosok kontroversial sebagaimana pernyataan mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang mengatakan Soeharto itu jasanya besar tapi dosanya juga besar," tutur Yati.
Penolakan juga diungkapkan Maria Catarina Sumarsih yang merupakan ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat peristiwa Semanggi I, yang menurutnya jika Soeharto diberi gelar pahlawan maka itu adalah kesalahan besar yang dilakukan bangsa ini.
"Jika diberi gelar, sama saja Indonesia melestarikan impunitas (pembebasan dari hukuman) dan melegitimasi praktik KKN di negeri ini," kata Sumarsih. "Jika Jokowi menerima gelar Soeharto sebagai pahlawan sama aja nawacita menjadi duka cita bagi rakyat Indonesia."
"Bagi kami dan para korban pelanggaran HAM, menolak dengan tegas pengusulan tersebut, alasannya sangat kuat di mana kehidupan masyarakat sipil pada waktu itu dibatasi, KKN merebak yang dampak dan implikasinya masih terasa hingga kini," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Selasa.
Wacana ini sudah muncul beberapa kali seperti pada 2010 ketika Soeharto lolos sebagai calon penerima gelar pahlawan oleh Kementerian Sosial, 2014 yang dijanjikan oleh Capres Prabowo Subianto seandainya terpilih menjadi presiden dan tahun ini diusulkan dalam Munaslub Partai Golkar.
"Wacana itu menyabotase dan mencederai cita-cita reformasi di mana agenda utamanya adalah mengadili Soeharto dan kroninya karena Soeharto telah menciptakan sistem pemerintahan otoritarian dan sarat KKN," ujar Yati.
Pada hakikatnya, lanjut dia, gelar pahlawan adalah bentuk penghormatan dan penghargaan serta simbol pengakuan kepada warga negara yang berjasa dan mendarmabaktikan hidupnya serta memberikan karya terbaiknya bagi bangsa dan negara.
"Seseorang yang layak diberikan gelar pahlawan dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela dan merusak nilai perjuangannya, namun Soeharto adalah sosok kontroversial sebagaimana pernyataan mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang mengatakan Soeharto itu jasanya besar tapi dosanya juga besar," tutur Yati.
Penolakan juga diungkapkan Maria Catarina Sumarsih yang merupakan ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat peristiwa Semanggi I, yang menurutnya jika Soeharto diberi gelar pahlawan maka itu adalah kesalahan besar yang dilakukan bangsa ini.
"Jika diberi gelar, sama saja Indonesia melestarikan impunitas (pembebasan dari hukuman) dan melegitimasi praktik KKN di negeri ini," kata Sumarsih. "Jika Jokowi menerima gelar Soeharto sebagai pahlawan sama aja nawacita menjadi duka cita bagi rakyat Indonesia."
Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Politik dan Hankam
Lihat Juga
Zulkifli Hasan Berharap Jakarta Kembali Tenang dan Damai Setelah Pilkada
02 February 2017 6:50 WIB, 2017
Agus: Saya hanya Sampaikan "Salam Hormat" ke Pak Maruf dan Pengurus PBNU
01 February 2017 19:04 WIB, 2017
" Presiden Jokowi Ingin Bertemu Saya, Tapi Dilarang Dua-Tiga di Sekeliling Beliau," Kata SBY
01 February 2017 18:35 WIB, 2017
Tim Anies-Sandi: Kegiatan PT MWS pada Masyarakat Tentang Reklamasi Pulau G Memaksakan Ambisi
01 February 2017 17:17 WIB, 2017
Setnov: NU Salalu Hadir sebagai Organisasi yang Suarakan Perdamaian dan Kesejukan
01 February 2017 16:41 WIB, 2017
Ahok Menyayangkan ada Pihak yang Mengadu Domba bahwa Dia Menghina Integritas PBNU
01 February 2017 16:12 WIB, 2017
Din: Tudingan Ahok Terhadap Maruf Bernada Sarkastik dan Sangat Menghina
01 February 2017 15:58 WIB, 2017
SBY perlu Klarifikasi Pernyataan Kuasa Hukum Ahok yang Mengkaitkan Fatwa MUI
01 February 2017 14:56 WIB, 2017