Iran Mau Beli 118 Airbus Tapi Harus Dapat Persetujuan Amerika
Sabtu, 4 Juni 2016 11:37 WIB
ilustrasi - Airbus A380, pesawat penumpang jet terbesar di dunia, membuat pusaran saat melakukan pameran terbang di Paris Air Show ke 51 di bandara Le Bourget dekat Paris, pada foto 18 Juni 2015. (REUTERS/Pascal Rossignol)
Teheran, Antara Jateng– Kontrak 10 miliar dolar Amerika (sekitar Rp135,9 triliun) antara Iran dan produsen pesawat Eropa Airbus untuk pembelian 118 pesawat masih menunggu persetujuan dari Amerika Serikat (AS), ujar Deputi Menteri Perhubungan Asghar Fakhrieh Kashan kepada AFP pada Jumat (03/06).
Iran memesan sekitar 200 pesawat dari tiga produsen Barat sejak sanksi nuklir dicabut pada pertengahan Januari.
Namun, kontrak Airbus itu masih membutuhkan persetujuan dari US Office of Foreign Assets Control (OFAC) mengingat lebih dari 10 persen komponen pesawat Airbus berasal dari AS.
Sejumlah produsen Barat selama hampir dua dekade dilarang menjual pesawat atau perlengkapan serta suku cadang untuk maskapai Iran.
Setelah pencabutan sanksi, Teheran dan Airbus menandatangani nota kesepahaman untuk pembelian tersebut saat kunjungan Presiden Hassan Rouhani ke Paris pada Januari, demikian dilaporkan AFP.
 
Iran memesan sekitar 200 pesawat dari tiga produsen Barat sejak sanksi nuklir dicabut pada pertengahan Januari.
Namun, kontrak Airbus itu masih membutuhkan persetujuan dari US Office of Foreign Assets Control (OFAC) mengingat lebih dari 10 persen komponen pesawat Airbus berasal dari AS.
Sejumlah produsen Barat selama hampir dua dekade dilarang menjual pesawat atau perlengkapan serta suku cadang untuk maskapai Iran.
Setelah pencabutan sanksi, Teheran dan Airbus menandatangani nota kesepahaman untuk pembelian tersebut saat kunjungan Presiden Hassan Rouhani ke Paris pada Januari, demikian dilaporkan AFP.
 
Pewarta : Antaranews
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Mau pergi rombongan menggunakan kereta api, ini layanan dari KAI Purwokerto
31 July 2023 16:02 WIB, 2023
Terpopuler - Gadget
Lihat Juga
Prancis: Keputusan Donald Trump "Risiko Serius" bagi Tatanan Perdagangan Global
01 February 2017 6:29 WIB, 2017