Kontingen Jawa Tengah pada Pekan Olahraga Nasional XIX di Jawa Barat menuai paceklik. Medali emas yang dihimpun pada PON hanya 32 keping atau turun tajam dibandingkan dengan perolehan pada PON 2012 di Riau yang menangguk 47 medali emas.

Dari sisi posisi, target Kontingen Jateng memang terpenuhi yakni tetap di posisi keempat. Namun, bila menilik selisih perolehan medali dengan kontingen Jabar dengan 218 emas, Jatim dengan 132 emas, dan DKI Jakarta juga dengan 132 emas, seolah Jateng bukan kompetitor yang sepada dengan ketiga provinsi tersebut.

Sejak awal, Jateng yang menerjunkan 611 atlet untuk berlomba dan bertanding pada 42 cabang olahraga pada PON XIX di Jabar, memang "hanya" mematok perolehan 62 medali emas. Dengan target tersebut, Jateng memang tidak bisa berharap bisa menembus dominasi Jabar, Jatim, dan DKI Jakarta.

Bila menggunakan rasio jumlah atlet dengan perolehan medali emas, seharusnya selisih perolehan emas Jateng dengan Jatim tidak terlalu jauh. Jabar yang menerjunkan 1.170 atlet meraih 218 medali emas atau efektivitasnya 18,63 persen, Jatim (132 emas:737 atlet) atau 17,9 persen, DKI Jakarta 132 emas:902 atlet atau setara 14,63 persen. Sementara itu Jateng 32 emas:611 atlet atau hanya 5,24 persen.

Dengan menggunakan nisbah tersebut, dari keempat tim yang berada di posisi teratas, yang paling efisien adalah tuan rumah Jabar, disusul Jatim, DKI Jakarta, baru Jateng. PON memang bukan tujuan akhir dari pembinaan atlet di daerah. PON juga sebagai ajang untuk memberi tantangan baru bagi atlet binaan daerah untuk memberi pengalaman bertanding atau berlomba. Sasaran puncaknya tetap pada Olimpiade, kemudian di bawahnya Asian Games, lalu ASEAN Games.

Secara kasar, bila anggaran Kontingen Jateng di PON XIX sekitar Rp62,656 miliar, itu berarti setiap medali emas yang dibawa pulang Jateng berharga hampir Rp2 miliar. Jika memperhitungkan keseluruhan perolehan medali (emas, perak, dan perunggu), Jateng yang secara akumulasi memperoleh 172 medali, berarti satu medali berharga Rp364,8 juta.

Karena menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sudah selayaknya KONI Provinsi Jawa Tengah tetap menghitung potensi meraih medali dengan biaya yang dikeluarkan. Artinya, setiap atlet yang dikirim harus memperhitungkan peluang mereka untuk menyumbang medali. Jangan sampai pengiriman atlet tersebut sekadar asal lolos kualifikasi. Memang penting memberi pengalaman atlet-atlet muda yang akan bersinar pada 3-5 tahun mendatang untuk berkompetisi di PON, namun harus tetap selektif.

Hasil yang dicapai Jateng pada PON XIX di Jabar memang di bawah target, bahkan jauh lebih sedikit dibandingkan yang dicapai di PON Riau 2012 yang menghimpun 47 emas.

Jadi, sudah selayaknya KONI Jateng mengevaluasi capaian tersebut, mulai dari pola pembinaan atlet, dukungan fasilitas, anggaran, hingga aspek kenyamanan atlet berprestasi untuk tetap betah bertahan membela Jateng. ***