Kudus, Antara Jateng - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah siap menjatuhkan sanksi administrasi berupa diskualifikasi terhadap kontestan pilkada yang terlibat politik uang sebagai efek jera.

"Kami harus mengawali hal itu sebagai efek jera terhadap peserta pilkada agar tidak melakukan politik uang dalam menggalang dukungan pemilih," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jateng Teguh Purnomo di Kudus, Selasa.

Teguh mengemukakan hal itu ketika menjadi pembicara pada diskusi "Dinamika Regulasi Pilkada Serentak untuk Pemilu Demokratis yang Berkualitas dan Bermartabat" yang diselenggarakan KPU Kabupaten Kudus.

Dengan kewenangan baru yang dimiliki Bawaslu itu, dia berharap menjadi dorongan jajaran Bawaslu untuk bekerja maksimal agar pelaksanaan pemilihan kepala daerah nihil dari pelanggaran, khususnya politik uang.

Pelaksanaan pemilu daerah selama 2015 di Jateng, kata dia, hampir semua daerah terindikasi terjadi praktik politik uang.

Praktik politik uang, katanya lagi, tidak hanya dalam bentuk pemberian uang secara langsung, tetapi ada dalam bentuk fasilitas lain yang bertujuan memengaruhi pemilih.

Hanya saja, lanjut dia, kasus yang terjadi tahun lalu, belum satu pun peradilan yang memutus pelakunya dengan hukuman.

"Adanya kewenangan baru yang dimiliki Bawaslu, tentunya menjadi tantangan baru untuk bertindak tegas dan tidak takut dengan risiko jabatan karena sebagai amanah," ujarnya.

Ia menilai pelanggaran yang terjadi selama tahapan pemilihan kepala daerah di tujuh kabupaten kota di Jateng cenderung minim pelanggaran daripada periode pemilu serupa sebelumnya.

"Kelihatannya sekarang mulai hati-hati menyusul adanya ancaman administratif bisa menggugurkan pasangan calon," ujarnya.

Sementara pembicara lainnya, dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Undip Teguh Yuwono menganggap munculnya politik uang karena partai politik tidak mampu menghadirkan calon berkualitas yang bisa diterima masyarakat.

"Parpol seharusnya menyiapkan kadernya dengan baik," ujarnya.

Faktor lainnya, munculnya politik uang karena calon tidak memiliki relasi dengan pemilih dan hanya mendekati masyarakat jelang pemilihan.

Anggota KPU RI Ida Budhiati yang juga menjadi pembicara menambahkan bahwa politik uang merupakan ancaman serius terhadap demokrasi.

Pada rancangan aturan yang baru, kata dia, terdapat hal-hal yang dikecualikan dari tuduhan politik uang, di antaranya terkait dengan biaya transportasi, biaya makan dan minum, serta hadiah.

"Meskipun ada pengecualian, untuk semua itu tidak boleh diberikan dalam bentuk uang," ujarnya.

Misalnya, untuk biaya transportasi harus disewakan kendaraan, sedangkan hadiah tidak boleh lebih dari Rp1 juta.

Pemberian hadiah tersebut, kata Ida, juga diatur selama pelaksanaan kampanye hanya sekali.

Sementara itu, biaya makan dan minum, kata dia, disesuaikan dengan standar biaya daerah masing-masing dan tidak boleh dalam bentuk uang, tetapi harus dalam bentuk barang.