Pakar: Pemerintah Perlu Kemukakan Alasan Pemblokiran Situs
Jumat, 6 Januari 2017 9:16 WIB
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber (CISSReC) Pratama Persadha. (Dok. CISSReC)
Semarang, Antara Jateng - Pakar keamanan siber Pratama Persadha memandang perlu Pemerintah memberikan penjelasan bagaimana tahapan-tahapan dan alasan secara perinci soal pemblokiran situs agar masyarakat bisa menerimanya.
"Pemerintah juga harus menghindari terjadinya 'chaos' di wilayah siber Tanah Air," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) kepada Antara di Semarang, Jumat pagi.
Pratama cukup khawatir bila Pemerintah tidak cukup memberi ruang mediasi, bisa muncul prasangka buruk yang berakibat saling serang antarperetas, baik menyerang situs berita maupun akun media sosialnya.
Masalahnya, beberapa kali pemblokiran oleh Kominfo, menurut dia, ada beberapa situs yang secara isi tidak ada kaitan dengan tindakan teroris dan radikal, juga tidak menyebarkan ujaran kebencian.
Hal itulah yang ditakutkannya terjadi kembali sehingga sudah sepatutnya Pemerintah tetap bijak dan selektif dalam pemblokiran situs yang dianggap berbahaya.
"Posisi kita juga cukup rawan karena di Indonesia belum ada Badan Cyber Nasional. Jadi, bila ada saling retas di antara beberapa kelompok di Tanah Air, aparat kepolisian praktis akan sangat kesulitan," ujarnya.
Oleh karena itu, Pramata menilai sudah tepat bila Presiden Jokowi memerintahkan segera pembentukan Badan Cyber Nasional.
Menyinggung kembali soal pemblokiran, Pratama menilai langkah itu sangat baik guna menghindarkan masyarakat dari berita "hoax".
"Namun, jangan sampai karena kurangnya sosialisasi menjadikan ini sebagai area perang baru dari orang-orang yang jago di dunia maya," ujarnya.
Pratama juga memandang penting menghapus berita "hoax" di mesin pencari, seperti Google. Hal ini dilakukan banyak negara, salah satunya Jerman.
Berita dan gambar yang sesatkan masyarakat, menurut Pratama, tidak hanya diblokir, tetapi juga dihilangkan dari mesin pencari di internet.
"Pemerintah juga harus menghindari terjadinya 'chaos' di wilayah siber Tanah Air," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) kepada Antara di Semarang, Jumat pagi.
Pratama cukup khawatir bila Pemerintah tidak cukup memberi ruang mediasi, bisa muncul prasangka buruk yang berakibat saling serang antarperetas, baik menyerang situs berita maupun akun media sosialnya.
Masalahnya, beberapa kali pemblokiran oleh Kominfo, menurut dia, ada beberapa situs yang secara isi tidak ada kaitan dengan tindakan teroris dan radikal, juga tidak menyebarkan ujaran kebencian.
Hal itulah yang ditakutkannya terjadi kembali sehingga sudah sepatutnya Pemerintah tetap bijak dan selektif dalam pemblokiran situs yang dianggap berbahaya.
"Posisi kita juga cukup rawan karena di Indonesia belum ada Badan Cyber Nasional. Jadi, bila ada saling retas di antara beberapa kelompok di Tanah Air, aparat kepolisian praktis akan sangat kesulitan," ujarnya.
Oleh karena itu, Pramata menilai sudah tepat bila Presiden Jokowi memerintahkan segera pembentukan Badan Cyber Nasional.
Menyinggung kembali soal pemblokiran, Pratama menilai langkah itu sangat baik guna menghindarkan masyarakat dari berita "hoax".
"Namun, jangan sampai karena kurangnya sosialisasi menjadikan ini sebagai area perang baru dari orang-orang yang jago di dunia maya," ujarnya.
Pratama juga memandang penting menghapus berita "hoax" di mesin pencari, seperti Google. Hal ini dilakukan banyak negara, salah satunya Jerman.
Berita dan gambar yang sesatkan masyarakat, menurut Pratama, tidak hanya diblokir, tetapi juga dihilangkan dari mesin pencari di internet.
Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan berikan diskon 50 persen untuk iuran
10 January 2025 15:45 WIB
Terpopuler - IT
Lihat Juga
Bidik generasi muda, BSI gelar literasi digital di sejumlah pusat perbelanjaan Jabodetabek
22 November 2024 13:23 WIB