JPU: Ahli Agama Hamdan Rasyid tetap Diterima Hakim, Meski Ditolak Tim Ahok
Selasa, 7 Februari 2017 18:24 WIB
ilustrasi: Keterangan Ahok Usai Sidang Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersiap memberikan keterangan kepada media usai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta
Jakarta, ANTARA JATENG - Ali Mukartono, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan bahwa ahli agama Hamdan Rasyid tetap diterima majelis hakim untuk memberikan keterangan meskipun ditolak tim kuasa hukum Ahok.
"Kalau hakim yang menolak, harus taat semua, karena yg memimpin sidang ini majelis hakim. Saya mengatakan ahli tetap diterima oleh hakim. Berarti harus ikut apa yg diputuskan hakim," kata Ali di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
Sebelum dalam persidangan dengan mendengarkan keterangan Hamdan, tim kuasa hukum Ahok sempat mempertanyakan soal independensi Hamdam yang juga merupakan pengurus di Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai anggota Komisi Fatwa.
Atas dasar tersebut, tim kuasa hukum akhirnya tidak bertanya sekali pun kepada Hamdan Rasyid dalam sidang kesembilan Ahok itu.
"Karena mereka menganggap itu bukan ahli tetapi saksi fakta. Tetapi tetap kami mengajukan ahli. Masalah keterangan itu diterima atau tidak itu urusan kesimpulan masing-masing, jangan ditolak," ucap Ali.
Sebelumnya, Humphrey Djemat anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempermasalahkan independensi dari ahli agama Universitas Islam Jakarta Hamdan Rasyid yang juga sebagai pengurus di MUI.
"Jadi begini ya ada sikap tegas yang kami ambil berkaitan dengan keterangan ahli yaitu Hamdan Rasyid. Dari keterangan yang ada dalam BAP-nya ternyata beliau itu juga pengurus MUI dan juga anggota di Komisi Fatwa MUI," kata Humphrey.
Sedangkan, kata dia, yang sekarang dipersoalkan berkaitan dengan pendapat kegaamaan dari MUI.
"Kalau beliau sebagai ahli yang harusnya independen tetapi memberikan keterangan yang sama dan mendukung apa yang dikemukakan MUI termasuk yang kemarin disampaikan Ketua MUI bagi kami penasehat hukum dan Pak Ahok ini jelas katakan lah hal yang tidak bisa diterima," katanya.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memanggil masing-masing dua saksi fakta dan dua ahli.
Dua saksi fakta yang dihadirkan antara lain Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni adalah yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Sementara dua ahli yang dihadirkan antara lain Kasubbid Komputer Forensik Puslabfor Mabes Polri AKPB Muhammad Nuh Al-Azhar dan ahli agama Universitas Islam Jakarta, Hamdan Rasyid.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
"Kalau hakim yang menolak, harus taat semua, karena yg memimpin sidang ini majelis hakim. Saya mengatakan ahli tetap diterima oleh hakim. Berarti harus ikut apa yg diputuskan hakim," kata Ali di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.
Sebelum dalam persidangan dengan mendengarkan keterangan Hamdan, tim kuasa hukum Ahok sempat mempertanyakan soal independensi Hamdam yang juga merupakan pengurus di Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai anggota Komisi Fatwa.
Atas dasar tersebut, tim kuasa hukum akhirnya tidak bertanya sekali pun kepada Hamdan Rasyid dalam sidang kesembilan Ahok itu.
"Karena mereka menganggap itu bukan ahli tetapi saksi fakta. Tetapi tetap kami mengajukan ahli. Masalah keterangan itu diterima atau tidak itu urusan kesimpulan masing-masing, jangan ditolak," ucap Ali.
Sebelumnya, Humphrey Djemat anggota tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempermasalahkan independensi dari ahli agama Universitas Islam Jakarta Hamdan Rasyid yang juga sebagai pengurus di MUI.
"Jadi begini ya ada sikap tegas yang kami ambil berkaitan dengan keterangan ahli yaitu Hamdan Rasyid. Dari keterangan yang ada dalam BAP-nya ternyata beliau itu juga pengurus MUI dan juga anggota di Komisi Fatwa MUI," kata Humphrey.
Sedangkan, kata dia, yang sekarang dipersoalkan berkaitan dengan pendapat kegaamaan dari MUI.
"Kalau beliau sebagai ahli yang harusnya independen tetapi memberikan keterangan yang sama dan mendukung apa yang dikemukakan MUI termasuk yang kemarin disampaikan Ketua MUI bagi kami penasehat hukum dan Pak Ahok ini jelas katakan lah hal yang tidak bisa diterima," katanya.
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memanggil masing-masing dua saksi fakta dan dua ahli.
Dua saksi fakta yang dihadirkan antara lain Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni adalah yang bekerja sebagai nelayan di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Sementara dua ahli yang dihadirkan antara lain Kasubbid Komputer Forensik Puslabfor Mabes Polri AKPB Muhammad Nuh Al-Azhar dan ahli agama Universitas Islam Jakarta, Hamdan Rasyid.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Peneliti RI di Jerman ungkap temuan kunci masa depan sistem pangan nasional
17 October 2024 19:48 WIB
BPJAMSOTEK serahkan santunan kematian perangkat RT/RW di Kecamatan Ngaliyan
14 October 2024 9:53 WIB
BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY serahkan santunan Rp259,2 juta ke ahli waris
06 September 2024 9:09 WIB
Terpopuler - OLAHRAGA
Lihat Juga
Wartawan Metro TV Adukan Pemukulan Saat Meliput Aksi "112" pada Polisi
12 February 2017 6:44 WIB, 2017
Polda Bali Jadwalkan Periksa Dua Saksi Munarman Pengelola Laman FPI
10 February 2017 15:42 WIB, 2017
Novel Bamukmin Tak Hadiri Pemeriksaan Polisi Terkait Saksi Pencucian Uang
10 February 2017 14:57 WIB, 2017
Ketua MA: Pemeriksaan Hakim Memiliki Potensi Besar Hilangkan Independensi Hakim
09 February 2017 17:46 WIB, 2017