Semarang,  ANTARA JATENG - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat  mengungkapkan kebiasaan sejumlah kapal tongkang pembawa batu bara yang berlindung di perairan Karimunjawa saat cuaca buruk, menyebabkan terumbu karang rusak.

"Kami sudah menyelam di area terindikasi rusaknya terumbu karang dan memang terbukti terjadi kerusakan," kata Deputi Indonesia Coralreef Action Network (I-Can) Amiruddin di Semarang, Senin.

Dalam kunjungannya ke Kantor Antara Biro Jawa Tengah, Amiruddin didamping Penasihat LSM Alam Karimun (Akar), Datang Abdul Rachim, dan Ketua Presidium LSM LIngkungan Jawa Tengah (Jamilah), Abdul Rachim.

Amiruddin yang juga ahli terumbu karang tersebut menyebutkan hasil survei "transect" (penampangan) terumbu karang pada lokasi yang terkena tongkang di Pulau Tengah adalah untuk jenis "hard corals (acropora) dan non-acropora), "dead scheractinia", ganggang, serta abiotik.

Kerusakan juga terlihat di lokasi survei di Pulau Kecil tempat tongkang kandas dengan komposisi yang relatif sama. Di lokasi Pulau Cilik pada spot pertama dengan luasan 219 meter persegi, spot kedua (35), spot ketiga (17), spot keempat (77), spot kelima (2), sedangkan di Pulau Tengah (72) sehingga total kerusakan terumbu karang seluas 423 meter persegi.


Penyelam mengecek melakukan survei di bawah perairan Karimunjawa untuk mengecek kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh kapal tongkang. Foto: Amiruddin/I-CAN

Datang Abdul Rachim menambahkan kapal beserta tongkang pembawa batu bara dari Kalimantan memang menjadikan Pulau Kemujan sebagai persinggahan favorit di kala angin "baratan" (cuaca buruk).

"Pada musim 'baratan' (Desember hingga Maret) memang sering terjadi cuaca buruk dan mereka memilih berlabuh di sisi timur Pulau Kemujan, sedangkan pada musim timur, mereka berlabuh di sisi barat pulau itu," katanya.

Namun, kebiasaan tersebut menyebabkan ekosistem terumbu karang rusak. Seharusnya, menurut dia, kapal beserta tongkang bisa memilih bersandar atau berlindung di luar lokasinya tersebut yang lebih aman atau tidak merusak terumbu.

Namun, karena di dermaga Pulau Kemujan fasilitasnya lebih lengkap maka mereka memilih bersandar di dermaga ini pada cuaca buruk. Padahal, katanya, dermaga di Pulau Kemojan tersebut berstatusdermaga perintis.

Abdul Rachim dari LSM Jamilah memperkirakan potensi kerugian atas rusaknya terumbu karang tersebut mencapai Rp28 miliar. "Namun, untuk lebih tepatnya masih akan kami hitung lagi," katanya.

"Force majeure"
Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa Agus Prabowo ketika dihubungi mengakui keberadaan tongkang di Karimunjawa telah merusak terumbu karang.

"Kasus tersebut sudah dilimpahkan kepada penegak hukum," kata Agus yang menduduki posisi tersebut setahun lalu.

Menurut dia, bersandarnya kapal dan dilepasnya tongkang di perairan Karimunjawa selama ini lebih karena faktor "force majeure" yakni cuaca buruk yang memaksa mereka menghentikan pelayaran lalu berlindung di Karimunjawa.

"Syahbandar yang bisa menentukan apakah kapal boleh merapat atau tidak. Akan tetapi, dibolehkan dengan alasan 'force majeure' karena perairan di pulau-pulau kecil tersebut menjadi jalur pelayaran kapal dan tongkang batu bara," katanya.

Menurut dia, tongkang yang talinya terputus menyebabkan menabrak terumbu karang. "Kita tentu tidak ingin terumbu karang rusak karena kami juga wajib melestarikannya. Oleh karena itu, masalah ini kami limpahkan ke penegak hukum," katanya.

Datang Abdul Rachim menyatakan sudah menyerahkan laporan tersebut ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Jateng.