Jakarta, ANTARA JATENG - Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah didakwa memeras anak buahnya hingga Rp500 juta untuk biaya istigasah.

"Terdakwa Ratu Atut Chosiyah kekuasaannya dalam mengangkat dan memberhentikan Kepala Dinas di lingkungan pemerintahan provinsi Banten dengan meminta komitmen loyalitas, yaitu memaksa orang untuk memberikan sesuatu," kata jaksa Penuntut Umum KPK Afni Carolina saat pembacaan surat dakwaan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Rinciannya, kata Afni, Ratu Atut meminta Djaja Buddy Suhardja sebesar Rp100 juta, Iing Suwargi Rp125 juta, Sutadi Rp125 juta, dan Hudaya Latuconsina Rp150 juta sehingga seluruhnya Rp500 juta.

Sebagi Plt Gubernur Banten pada 2005 dan gubernur definitif periode 2007-2012 dan 2012-2017, Atut selalu meminta komitmen dari para pejabat untuk loyal kepadanya.

Mereka yang dia mintai loyalitasnya adalah Kadis Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja (dilantik Februari 2016), Kadis Perindustrian dan Perdagangan Banten Hudaya Latuconsina (dilantik 2008) dan juga Kadis Pendidikan Banten (diangkat Januari 2012), Kadis Sumber Daya Air dan Pemukiman Banten Iing Suwargi (diangkat Januari 2011) dan Kadis Bina Marga dan Tata Ruang Banten Sutadi (diangkat Agustus 2008).

"Pengangkatan para pejabat oleh terdakwa tersebut disertai dengan syarat harus loyal dan taat kepada perintah atau permintaan terdakwa dan apabila tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa maka yang bersangkutan akan diberhentikan dari jabatannya," dakwa jaksa.

Pada Juli-Agustus 2012, Atut beberapa kali bertemu dengan keempat pejabat Pemprov Banten itu di Hotel Crowne Plaza dan meminta pengusulan anggaran kegiatan dan pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada masing-masing dinas dikoordinasikan dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Atut.

Namun dalam pertemuan selanjutnya Atut menyampaikan kekecewaannya perihal loyalitas beberapa kadis yang tidak menyetorkan uang dari proyek yang dikoordinasikan dengan Wawan.

"Karena Djaja, Hudaya, Iing serta Sutadi mengetahui sebelumnya terdakwa telah memberhentikan beberapa pejabat struktural Pemprov Banten dari jabatannya dan mengancam akan dilaporkan kepada aparat penegak hukum, maka penyampaian terdakwa tersebut menimbulkan tekanan psikis dan ketakutan sehingga tidak ada pilihan lain bagi keempat orang itu selain memenuhi permintaan terdakwa tersebut," kata jaksa Afni.

Pada sekitar Oktober 2013, Atut dicekal keluar negeri terkait perkara di KPK sehingga ia panik dan mengumpulkan sejumlah pejabat struktural Pemprov Banten, termasuk keempat orang dan meminta janji setia (baiat) kepada mereka yang hadir.

"Selain itu terdakwa juga meminta dokumen-dokumen yang dianggap membahayakan agar diamankan sambil mengancam akan melaporkan (siapa pun) kepada penegak hukum sehingga tidak ada pilihan lain selain harus memenuhi permintaan terdakwa dimaksud," tambah jaksa.

Pada 7 Oktober 2013, Atut mengadakan Istigasah di Masjid Baitussolihin, Banten, dipimpin ustad Haryono namun sang ustad menyatakan butuh biaya.

Demi istigasah itu, Atut lalu memerintahkan Sekretaris Daerah Banten Muhadi, Asisten Daerah II Muhamad Husni Hasan untuk memanggil beberapa kepala dinas secara terpisah antara lain Djaja, Iing, Hudaya dan SUtadi dan memerintahkan para kadis memberikan total Rp500 juta untuk keperluan istigasah.

Karena merasa tertekan dan takut diberhentikan Atut, keempatnya memberikan uang RP500 juta di rumah Atut dengan rincian Djaja Rp100 juta, Hudaya Rp150 juta, Iing Rp125 juta dan Sutadi Rp125 juta.

"Pada 10 Oktober 2013, setelah uang terkumpul, terdakwa memerintahkan Riza Martina dan Rendi Allanikika Pratiaksa menyerahkan uang sebesar Rp495 juta kepada ustad Haryono di rumahnya di Bekasi, selanjutnya Haryono melakukan beberapa kali istigasah di Bekasi untuk terdakwa," tambah jaksa.

Terhadap perbuatan itu, Atut didakwa pasal 12 huruf e atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Selain didakwa memeras, Atut bersama Wawan juga didakwa korupsi dalam pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten yang masuk APBD dan APBD Perubahan 2012 sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp79,79 miliar sesuai laporan hasil pemeriksaan invstigatif BPK pada 31 Desember 2014.

Perbuatan itu menguntungkan Ratu Atut Chosiyah sebesar Rp3,859 miliar dan memperkaya orang lain yaitu Tubagus Chaeri Wardana Chasan sebesar Rp50,083 miliar, Yuni Astuti Rp23,396 miliar, Djadja Buddy Suhardjo Rp590 juta, Ajat Ahmad Putra Rp345 juta, Rano Karno Rp300 juta, Jana Sunawati Rp134 juta, Yogi Adi Prabowo sebesar Rp76,5 juta, Tatan Supardi sebesar Rp63 juta, Abdul Rohman Rp60 juta, Ferga Andriyana sebesar Rp50 juta, Eki Jaki Nuriman sebesar Rp20 juta, Suherma Rp15,5 juta, Aris Budiman Rp1,5 juta dan Sobran Rp 1 juta.