Semarang, ANTARA JATENG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Jawa Tengah, menilai keberadaan transportasi "online" semestinya hanya bersifat melengkapi kekurangan moda transportasi konvensional.

"Transportasi `online` itu mestinya hanya pelengkap ketika transportasi konvensional tidak bisa menjangkau masyarakat. Sebagai alternatif," kata Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi di Semarang, Rabu.

Diakui politikus PDI Perjuangan itu, maraknya transportasi "online" di Semarang memang membuat para pengusaha transportasi konvensional resah seperti taksi, angkutan kota, dan ojek pangkalan.

Menurut dia, keberadaan transportasi "online" membuat persaingan usaha layanan transportasi di Semarang kian ketat meski belum terlalu "booming" sebagaimana terjadi di Jakarta.

"Makanya, harus ditata secara baik. Jangan sampai sudah `booming` seperti di Jakarta, komunitas-komunitas merebak, menimbulkan banyak persoalan baru dipikirkan karena tidak tertata sejak awal," katanya.

Supriyadi mengatakan keberadaan transportasi "online" semestinya harus ditata dari awal dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Kota Semarang agar tidak lagi terjadi gesekan dalam persaingan bisnis.

"Ya, saya dengar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek sudah direvisi. Kalau bisa, segera diterapkan," katanya.

Selama ini, kata dia, keberadaan transportasi konvensional, seperti mobil penumpang umum (MPU) maupun ojek sudah cukup banyak untuk melayani masyarakat di banyak titik hingga jalur-jalur pinggiran.

"Kalau keberadaan transportasi `online` dibiarkan secara bebas, tentunya akan meresahkan pengusaha transportasi konvensional. Makanya, harusnya dilakukan pembatasan sesuai kebutuhan," katanya.

Misalnya, ia mencontohkan kebutuhan moda transportasi umum di Kota Semarang ternyata 2.000 unit dari hasil pemetaaan, tentunya harus dibagi porsi adil antarmoda transportasi yang beroperasi.

"Dari 2.000 moda transportasi yang dibutuhkan itu, katakanlah 10 persennya diberikan untuk transportasi `online`. Ya, memang tidak boleh banyak-banyak karena kan sifatnya hanya pelengkap," katanya.

Ia menegaskan pengaturan, termasuk pembatasan keberadaan moda transportasi "online" harus dilakukan untuk mencegah kesemrawutan dan potensi gesekan dengan pengusaha transportasi konvensional.

Di sisi lain, Supriyadi meminta Pemkot Semarang untuk terus membenahi pelayanan transportasi umum yang dikelolanya, seperti BRT Trans Semarang agar semakin nyaman dan diminati masyarakat.