Pengamat: Pilkada DKI Jakarta Harus jadi Pelajaran Berharga
Kamis, 27 April 2017 7:11 WIB
Pengamat sosial dan politik Hendri Satrio (kanan) dalam satu diskusi Forum Senator untuk Rakyat di Jakarta, Minggu (7/6/15). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)
Jakarta, ANTARA JATENG - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang berlangsung panas harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia dalam bernegara dan berpolitik.
"Apa yang terjadi kemarin itu sudah sangat berbahaya. Masyarakat terpecah dan terkotak-kotak yang bisa menimbulkan ekses yang sangat besar, yaitu terancamnya NKRI," Hendri di Jakarta, Rabu.
Apalagi, menurut dia, masih banyak kelompok radikal yang terus berupaya melakukan propaganda dengan tujuan meruntuhkan NKRI. Kondisi yang terjadi pada Pilkada Jakarta menguntungkan kelompok semacam ini.
"Memang ada kelompok radikal yang terindikasi menunggangi Pilkada kemarin meski sulit diukur seberapa besar pengaruh kelompok radikal tersebut," katanya.
Menurut dia, yang terbaik saat ini adalah seluruh pihak harus bisa kembali bersatu dan tidak terkotak-kotak lagi. Terlebih, Pilkada Jakarta tidak hanya membuat ibu kota bergejolak, tapi juga membuat seluruh Indonesia "panas".
"Tidak hanya terjadi perang antarpartai politik pengusung pasangan calon, tapi juga terjadi intrik dan benturan antarkelompok dan agama yang dipicu pernyataan salah satu calon yang dinilai telah melecehkan ayat suci Al-Quran," kata dia.
Menurut dia, kejadian serupa tidak boleh lagi terjadi Indonesia. Mengutip Samuel P Huntington dalam "The Clash of Civilitation", Hendri mengatakan pertumbuhan antara budaya dan agama sangat berbahaya bagi suatu negara.
"Kita bersyukur hal-hal negatif itu tidak sampai terjadi. Ini pelajaran bagi kita, bangsa Indonesia, dalam bernegara dan berpolitik," kata dia.
Pelajaran lain dari Pilkada adalah perlunya keadilan ditegakkan. Menurut Hendri, salah satu penyebab Pilkada Jakarta menjadi "panas" adalah ada beberapa kelompok masyarakat yang merasa ada ketidakadilan terkait dengan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok.
"Menurut saya ini tidak hanya faktor agama, tapi ada faktor ketidakadilan di situ yang belum terselesaikan," tukas Hendri.
Hendri menilai apa yang terjadi selama Pilkada Jakarta tidak akan terjadi bila program revolusi mental berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak memberikan kepercayaan penuh pada program revolusi mental Presiden Joko Widodo dan memperingatkan kementerian yang bertanggung jawab untuk bekerja lebih keras lagi.
"Tujuannya agar masyarakat Indonesia tidak berdiri di atas kebhinnekaannya, tapi berdiri di atas tunggal ikanya," kata Hendri.
"Apa yang terjadi kemarin itu sudah sangat berbahaya. Masyarakat terpecah dan terkotak-kotak yang bisa menimbulkan ekses yang sangat besar, yaitu terancamnya NKRI," Hendri di Jakarta, Rabu.
Apalagi, menurut dia, masih banyak kelompok radikal yang terus berupaya melakukan propaganda dengan tujuan meruntuhkan NKRI. Kondisi yang terjadi pada Pilkada Jakarta menguntungkan kelompok semacam ini.
"Memang ada kelompok radikal yang terindikasi menunggangi Pilkada kemarin meski sulit diukur seberapa besar pengaruh kelompok radikal tersebut," katanya.
Menurut dia, yang terbaik saat ini adalah seluruh pihak harus bisa kembali bersatu dan tidak terkotak-kotak lagi. Terlebih, Pilkada Jakarta tidak hanya membuat ibu kota bergejolak, tapi juga membuat seluruh Indonesia "panas".
"Tidak hanya terjadi perang antarpartai politik pengusung pasangan calon, tapi juga terjadi intrik dan benturan antarkelompok dan agama yang dipicu pernyataan salah satu calon yang dinilai telah melecehkan ayat suci Al-Quran," kata dia.
Menurut dia, kejadian serupa tidak boleh lagi terjadi Indonesia. Mengutip Samuel P Huntington dalam "The Clash of Civilitation", Hendri mengatakan pertumbuhan antara budaya dan agama sangat berbahaya bagi suatu negara.
"Kita bersyukur hal-hal negatif itu tidak sampai terjadi. Ini pelajaran bagi kita, bangsa Indonesia, dalam bernegara dan berpolitik," kata dia.
Pelajaran lain dari Pilkada adalah perlunya keadilan ditegakkan. Menurut Hendri, salah satu penyebab Pilkada Jakarta menjadi "panas" adalah ada beberapa kelompok masyarakat yang merasa ada ketidakadilan terkait dengan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok.
"Menurut saya ini tidak hanya faktor agama, tapi ada faktor ketidakadilan di situ yang belum terselesaikan," tukas Hendri.
Hendri menilai apa yang terjadi selama Pilkada Jakarta tidak akan terjadi bila program revolusi mental berjalan dengan baik.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak memberikan kepercayaan penuh pada program revolusi mental Presiden Joko Widodo dan memperingatkan kementerian yang bertanggung jawab untuk bekerja lebih keras lagi.
"Tujuannya agar masyarakat Indonesia tidak berdiri di atas kebhinnekaannya, tapi berdiri di atas tunggal ikanya," kata Hendri.
Pewarta : Sigitr Pinardi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Manfaatkan momentum, Gibran disebut berpeluang besar menangi Pilkada Kota Surakarta
13 December 2019 2:07 WIB, 2019