Perang dan Kelaparan Paksa Dua Juta Anak Sudan Selatan Mengungsi
Senin, 8 Mei 2017 13:43 WIB
Anak-anak bermain dengan senjata mainan yang terbuat dari alang-alang rumput panjang di tempat pengungsian dilindungi oleh pasukan penjaga perdamaian PBB di Wau, Sudan Selatan (4/9/2016) (REUTERS/Michelle Nichols)
Kigali, ANTARA JATENG - Perang dan kelaparan telah memaksa lebih dari dua
juta anak di Sudan Selatan meninggalkan rumah mereka, menciptakan
krisis pengungsi yang paling mengkhawatirkan di dunia, kata Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin.
Perang saudara di negara penghasil minyak itu dimulai dua tahun setelah mereka merdeka dari Sudan, ketika Presiden Salva Kiir memecat wakilnya pada 2013.
Pertarungan yang diikuti perpecahan negara di sepanjang garis etnis, memicu hiperinflasi dan menjerumuskan negara ke dalam bencana kelaparan, menciptakan krisis pengungsi terbesar di Afrika sejak genosida Rwanda 1994.
"Tidak ada krisis pengungsi hari ini yang membuat saya khawatir lebih dari Sudan Selatan," kata Valentin Tapsoba, kepala UNHCR untuk pengungsi Afrika dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan AFP.
Di negara berpenduduk 12 juta orang itu, hampir tiga dari empat anak di setiap tempat tidak bersekolah, menurut UNHCR dan badan PBB untuk anak-anak UNICEF. Lebih dari 1 juta anak telah melarikan diri ke luar wilayah Sudan Selatan sementara satu juta lainnya ada di dalam negeri dengan keadaan terlantar.
Badan-badan tersebut mengatakan bahwa lebih dari seribu anak terbunuh dalam pertempuran, angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Tidak ada jumlah korban tewas yang akurat tersedia untuk Sudan Selatan, satu dari beberapa negara terbelakang di dunia.
Banyak pengungsi Sudan Selatan telah melarikan diri ke negara tetangga seperti Uganda, Kenya, Sudan atau Ethiopia, negara yang sudah berjuang untuk menyediakan cukup makanan dan sumber daya untuk kebutuhan populasi mereka sendiri.
Perang saudara di negara penghasil minyak itu dimulai dua tahun setelah mereka merdeka dari Sudan, ketika Presiden Salva Kiir memecat wakilnya pada 2013.
Pertarungan yang diikuti perpecahan negara di sepanjang garis etnis, memicu hiperinflasi dan menjerumuskan negara ke dalam bencana kelaparan, menciptakan krisis pengungsi terbesar di Afrika sejak genosida Rwanda 1994.
"Tidak ada krisis pengungsi hari ini yang membuat saya khawatir lebih dari Sudan Selatan," kata Valentin Tapsoba, kepala UNHCR untuk pengungsi Afrika dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan AFP.
Di negara berpenduduk 12 juta orang itu, hampir tiga dari empat anak di setiap tempat tidak bersekolah, menurut UNHCR dan badan PBB untuk anak-anak UNICEF. Lebih dari 1 juta anak telah melarikan diri ke luar wilayah Sudan Selatan sementara satu juta lainnya ada di dalam negeri dengan keadaan terlantar.
Badan-badan tersebut mengatakan bahwa lebih dari seribu anak terbunuh dalam pertempuran, angka sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi. Tidak ada jumlah korban tewas yang akurat tersedia untuk Sudan Selatan, satu dari beberapa negara terbelakang di dunia.
Banyak pengungsi Sudan Selatan telah melarikan diri ke negara tetangga seperti Uganda, Kenya, Sudan atau Ethiopia, negara yang sudah berjuang untuk menyediakan cukup makanan dan sumber daya untuk kebutuhan populasi mereka sendiri.
Pewarta : Antaranews
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
SMK Muhammadiyah 1 Prambanan dan PLN Icon Plus Jateng teken MoU Kelas Industri
14 November 2024 8:53 WIB
Daftar nama pemain timnas hadapi Jepang dan Arab Saudi, Sayuri bersaudara kembali dipanggil
13 November 2024 12:18 WIB