RUU Pemilu - Gerindra Hindari Voting dalam Legislasi RUU Pemilu
Kamis, 20 Juli 2017 13:35 WIB
M. Syafi'i dari Gerindra (ANTARA /Puspa Perwitasari)
Jakarta, ANTARA JATENG - Fraksi Partai Gerindra menghindari pemungutan
suara atau voting dalam legislasi Rancangan Undang-Undang
Penyelenggaraan Pemilu khususnya terkait ambang batas partai mengajukan
calon presiden yang dianggap partai itu bertentangan dengan konstitusi.
"Menggunakan presidential treshold meninggalkan prinsip demokrasi karena merampok hak konstitusional partai. Apakah pantas voting terkait hal yang tidak sesuai dengan UU tetap dilakukan, padahal itu pelanggaran konstitusional," kata M. Syafii dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan apabila RUU Pemilu tetap mencantumkan presidential treshold maka itu inkonstitusional karena Pemilu 2019 dilakukan secara serentak.
Menurut dia, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan Pemilu 2019 dilakukan secara serentak sehingga presidential treshold menjadi persoalan karena belum ada hasil perolehan suara parpol ketika Pilpres.
Anggota F-Gerindra Ramson Siagian dalam Rapat Paripurna mengatakan presidential treshold 20/25 persen berpotensi memunculkan calon tunggal dan ini tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
"Itu mengarah pada otoriter, padahal itu yang diperjuangkan di DPR sehingga harus kembali pada amanat reformasi," kata Ramson.
"Menggunakan presidential treshold meninggalkan prinsip demokrasi karena merampok hak konstitusional partai. Apakah pantas voting terkait hal yang tidak sesuai dengan UU tetap dilakukan, padahal itu pelanggaran konstitusional," kata M. Syafii dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan apabila RUU Pemilu tetap mencantumkan presidential treshold maka itu inkonstitusional karena Pemilu 2019 dilakukan secara serentak.
Menurut dia, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan Pemilu 2019 dilakukan secara serentak sehingga presidential treshold menjadi persoalan karena belum ada hasil perolehan suara parpol ketika Pilpres.
Anggota F-Gerindra Ramson Siagian dalam Rapat Paripurna mengatakan presidential treshold 20/25 persen berpotensi memunculkan calon tunggal dan ini tidak sesuai dengan amanat konstitusi.
"Itu mengarah pada otoriter, padahal itu yang diperjuangkan di DPR sehingga harus kembali pada amanat reformasi," kata Ramson.
Pewarta : Imam Budilaksono
Editor :
Copyright © ANTARA 2025
Terkait
Terpopuler - NASIONAL
Lihat Juga
HUT Ke-68 LVRI, Ketum PPM berharap kesejahteraan veteran dapat terus ditingkatkan
02 January 2025 11:04 WIB