Solo, ANTARA JATENG - Pameran budaya visual yang diselenggarakan oleh Fakultas Seni Rupa dan Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menampilkan Wayang Godong yang mengandung filosofi tentang kehidupan.
"Dalam kehidupan ini ada tiga hal, yaitu lahir, hidup, dan mati. Ini yang ingin kami sampaikan melalui pertunjukan Wayang Godong," kata pencipta Wayang Godong sekaligus dosen dari FSRB UNS Agus Purwantoro usai tampil di Solo Technopark, Jumat.
Ia mengatakan bahwa Wayang Godong ini sebagai tanda pengingat bahwa manusia tidak diharapkan untuk lahir tetapi diharapkan untuk hidup dan merdeka.
Meski demikian, dikatakannya, kemerdekaan bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk air, tanah, batu, udara, air, dan pohon. Untuk itu, manusia tidak boleh tamak.
"Kami juga ingin meyakinkan kepada publik bahwa pembunuhan paling kejam adalah memotong pohon. Bisakah manusia membangun tanpa menebang pohon," katanya.
Ia mengatakan Wayang Godong sendiri sudah dipentaskan di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan, Wayang Godong juga sering dibawakan di acara "memetri deso".
"Wayang godong ini punya daya makrifat, artinya adalah `godong` (daun, red) bisa dimintai tolong untuk merawat manusia. Sakit apapun obatnya ada di dekat kita, istilahnya `sandung srimpet`. Filosofi ini juga ingin kami angkat," katanya.
Pihaknya berharap melalui pertunjukan tersebut ke depan bisa membangkitkan kesadaran masyarakat untuk selalu peduli terhadap lingkungan.
"Mulailah dengan hal yang kecil. Paling tidak setiap orang menanam lima pohon. `Green peace` ini bukan konsep tetapi laku hidup, cinta akan ibu pertiwi. Ketika kita sejahtera di bumi, di akherat juga akan bahagia," katanya.
Ada Wayang Godong di Pameran Budaya Visual UNS
Jumat, 8 September 2017 16:56 WIB
Wayang godong yang ditampilkan di Solo Technopark (Foto: ANTARAJATENG.COM/Aris Wasita Widiastuti)
Pewarta : Aris Wasita Widiastuti
Editor :
Copyright © ANTARA 2024