GBK Menginisiasi Pembentukan Organisasi Gelanggang Olahraga
Minggu, 10 September 2017 4:14 WIB
Menpora Imam Nahrawi (tengah) didampingi Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito (kiri), dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menghadiri puncak Haornas XXXIV di Stadion Moch Soebroto Kota Magelang. (Foto: ANTARAJATENG.COM/Heru Suyitno)
Magelang, ANTARA JATENG - Manajemen Gelora Bung Karno Jakarta menginisiasi pembentukan organisasi gelanggang olahraga seluruh Indonesia sebagai wadah komunikasi antara seluruh pengelola gelanggang atau stadion di Tanah Air.
Direktur Utama GBK, Winarto di Magelang, Sabtu, mengatakan bahwa sebagai langkah penguat pembentukan tersebut, sekitar 12 pengelola stadion di Indonesia berkumpul di Magelang dengan memanfaatkan momentum peringatan Haornas XXXIV Tahun 2017.
Setidaknya ada 12 pengelola stadion yang menjadi inisiator terbentuknya organisasi skala nasional ini. Dari 12 stadion itu, pihaknya sudah mengunjungi sekitar delapan stadion untuk berkomunikasi dan berkoordinasi.
"Mereka menyambut baik inisiatif tersebut, karena memang untuk membangun jaringan satu sama lain. Kedudukan kita sama antara pusat dan daerah. Belum tentu GBK lebih baik dari daerah," katanya di sela rapat persiapan pembentukan organisasi gelanggang olahraga se-Indonesia.
Menurut dia, ada tiga fakta menarik seputar pengelolaan stadion di Indonesia. Pertama, tingkat pemakaian atau okupansi di hampir semua stadion umumnya masih rendah. Hanya beberapa saja yang barangkali lebih baik dari yang lain.
"Okupansinya bisa dihitung dengan jari. Mayoritas okupansi baru sekitar 15 persen per tahun. Selebihnya stadion tidak digunakan dan itu sangat disayangkan," katanya.
Kedua, dari sisi keuangan untuk pemeliharaan kebanyakan tidak mampu, meskipun banyak yang disokong pemerintah daerah setempat melalui APBD. Hal ini terjadi akibat tingkat okupansi yang rendah, sedangkan biaya pemeliharaan cukup tinggi.
"Ketiga, stadion kebanyakan hanya digunakan untuk kegiatan olahraga saja. Padahal, sejatinya bisa dipakai untuk aktivitas lain, seperti seni, budaya, politik, dan lainnya. Stadion bisa jadi kawasan wisata (sport tourism) dan bisnis yang mendatangkan pendapatan lebih," katanya.
Fakta-fakta tersebut dirasakan pula oleh GBK selama ini. Namun, mulai saat ini GBK dikonsep lebih dari sekadar tempat berolahraga. Proses renovasi total yang masih dikerjakan pun menerapkan konsep multifungsi tersebut.
Menurut dia, GBK sudah mengarah ke multifungsi dengan menghadirkan fasilitas coffee shop, restoran, toko perlengkapan olahraga, dan lainnya.
"Kami Harapankan stadion lain bisa menerapkan konsep yang sama," katanya.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang, Fatoni yang ikut dalam pertemuan tersebut mengaku mengapresiasi inisiasi pembentukan organisasi stadion ini. Organisasi dinilainya memiliki kedudukan strategis untuk memajukan stadion ke depan.
"Pada era sepak bola yang semakin maju, harus diikuti pula oleh manajemen pengelolaan stadion yang maju. Melalui organisasi ini kita bisa berkembang dan maju bersama dan saya sepakat stadion memiliki banyak fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat," katanya.
Direktur Utama GBK, Winarto di Magelang, Sabtu, mengatakan bahwa sebagai langkah penguat pembentukan tersebut, sekitar 12 pengelola stadion di Indonesia berkumpul di Magelang dengan memanfaatkan momentum peringatan Haornas XXXIV Tahun 2017.
Setidaknya ada 12 pengelola stadion yang menjadi inisiator terbentuknya organisasi skala nasional ini. Dari 12 stadion itu, pihaknya sudah mengunjungi sekitar delapan stadion untuk berkomunikasi dan berkoordinasi.
"Mereka menyambut baik inisiatif tersebut, karena memang untuk membangun jaringan satu sama lain. Kedudukan kita sama antara pusat dan daerah. Belum tentu GBK lebih baik dari daerah," katanya di sela rapat persiapan pembentukan organisasi gelanggang olahraga se-Indonesia.
Menurut dia, ada tiga fakta menarik seputar pengelolaan stadion di Indonesia. Pertama, tingkat pemakaian atau okupansi di hampir semua stadion umumnya masih rendah. Hanya beberapa saja yang barangkali lebih baik dari yang lain.
"Okupansinya bisa dihitung dengan jari. Mayoritas okupansi baru sekitar 15 persen per tahun. Selebihnya stadion tidak digunakan dan itu sangat disayangkan," katanya.
Kedua, dari sisi keuangan untuk pemeliharaan kebanyakan tidak mampu, meskipun banyak yang disokong pemerintah daerah setempat melalui APBD. Hal ini terjadi akibat tingkat okupansi yang rendah, sedangkan biaya pemeliharaan cukup tinggi.
"Ketiga, stadion kebanyakan hanya digunakan untuk kegiatan olahraga saja. Padahal, sejatinya bisa dipakai untuk aktivitas lain, seperti seni, budaya, politik, dan lainnya. Stadion bisa jadi kawasan wisata (sport tourism) dan bisnis yang mendatangkan pendapatan lebih," katanya.
Fakta-fakta tersebut dirasakan pula oleh GBK selama ini. Namun, mulai saat ini GBK dikonsep lebih dari sekadar tempat berolahraga. Proses renovasi total yang masih dikerjakan pun menerapkan konsep multifungsi tersebut.
Menurut dia, GBK sudah mengarah ke multifungsi dengan menghadirkan fasilitas coffee shop, restoran, toko perlengkapan olahraga, dan lainnya.
"Kami Harapankan stadion lain bisa menerapkan konsep yang sama," katanya.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang, Fatoni yang ikut dalam pertemuan tersebut mengaku mengapresiasi inisiasi pembentukan organisasi stadion ini. Organisasi dinilainya memiliki kedudukan strategis untuk memajukan stadion ke depan.
"Pada era sepak bola yang semakin maju, harus diikuti pula oleh manajemen pengelolaan stadion yang maju. Melalui organisasi ini kita bisa berkembang dan maju bersama dan saya sepakat stadion memiliki banyak fungsi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat," katanya.
Pewarta : Heru Suyitno
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Umum
Lihat Juga
Khong Guan Grup luncurkan "Sejuta Bola Superco Untuk Indonesia" tahun ketiga
11 November 2024 13:29 WIB
Pemkot Surakarta ajukan anggaran tambahan ke Wapres untuk GOR Indoor Manahan
02 November 2024 15:58 WIB