150 Tumpeng Sambut "Suronan" di Semarang
Rabu, 20 September 2017 22:33 WIB
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (kanan) bersama Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi saat tumpengan massal atau "kembul bujana" menyambut peringatan tahun baru Islam 1 Muharram 1439 Hijriah atau "Malam Suronan" di halaman Balai Kota Semarang, Rabu (
Semarang, ANTARA JATENG - Sekitar 150 tumpeng lengkap dengan
berbagai lauk pauk menyambut malam "Suronan" atau tahun baru Islam 1
Muharram 1439 Hijriah di Balai Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu malam.
"Kembul bujana" atau tradisi menyantap tumpeng secara bersama-sama merupakan yang kedua kali digelar Pemerintah Kota Semarang menyambut 1 Muharram, setelah tahun lalu digelar di Lapangan Simpang Lima Semarang.
Dalam "kembul bujana" itu, semua yang hadir duduk bersama mengelilingi tumpeng, sembari menunggu dilantunkannya doa sebagai harapan untuk sesuatu yang lebih baik untuk tahun depan dibandingkan tahun ini.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengungkapkan "kembul bujana" itu merepresentasikan kesejajaran dari semua orang dari berbagai latar belakang, baik jenjang kepangkatan, status sosial, maupun masyarakat biasa.
"Semuanya duduk bersama untuk menikmati nasi tumpeng secara bersama-sama. Dalam membangun Kota Semarang, lepaskan segala sekat perbedaan yang ada, mari bersama-sama," kata orang nomor satu di Kota Semarang itu.
Perbedaan, lanjut dia, jangan sampai menjadikan pembangunan terhambat, apalagi cuma perbedaan warna, sebab pembangunan harus melibatkan seluruh masyarakat dan berbagai pihak, bukan hanya tanggung jawab pemerintah.
"Nek sing abang dolane karo abang, sing biru karo biru, ra maju (kalau yang merah berteman hanya dengan yang merah, yang biru dengan biru, tidak akan maju, red.)," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Yang punya pangkat, kata dia, "dolane" hanya dengan yang punya pangkat, yang punya uang juga dengan hanya yang punya uang, lanjut Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi, akan membuat sebuah kota sulit maju.
"Dengan `kembul bujana` ini, marilah duduk bersama. Tumpeng ini bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga perhotelan, perbankan, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan sebagainya," katanya.
Hendi berharap warga Semarang sudah tidak lagi berbicara mengenai kepentingan pribadi, melainkan kepentingan bersama untuk menjadikan Kota Semarang lebih maju, lebih baik, dan lebih hebat ke depannya.
"Jangan hanya berpikir Semarang `wis nge`i` (sudah memberi, red.) apa `karo` (untuk) aku, tetapi aku `wis nge`i` apa kanggo Kota Semarang. Membangun sebuah kota, perlu banyak tangan," pungkasnya.
Hadir dalam "kembul bujana" menyambut 1 Muharram 1439 Hijriah itu, di antaranya Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, dan jajaran musyawarah pimpinan daerah.
Peringatan 1 Muharram 1439 Hijriah di Kota Semarang itu dimeriahkan pula pergelaran wayang kulit dengan dalang Ki Anom Dwijo Kangko yang mengangkat lakon "Anoman Maneges" dan hiburan lawak oleh Marwoto.
"Kembul bujana" atau tradisi menyantap tumpeng secara bersama-sama merupakan yang kedua kali digelar Pemerintah Kota Semarang menyambut 1 Muharram, setelah tahun lalu digelar di Lapangan Simpang Lima Semarang.
Dalam "kembul bujana" itu, semua yang hadir duduk bersama mengelilingi tumpeng, sembari menunggu dilantunkannya doa sebagai harapan untuk sesuatu yang lebih baik untuk tahun depan dibandingkan tahun ini.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengungkapkan "kembul bujana" itu merepresentasikan kesejajaran dari semua orang dari berbagai latar belakang, baik jenjang kepangkatan, status sosial, maupun masyarakat biasa.
"Semuanya duduk bersama untuk menikmati nasi tumpeng secara bersama-sama. Dalam membangun Kota Semarang, lepaskan segala sekat perbedaan yang ada, mari bersama-sama," kata orang nomor satu di Kota Semarang itu.
Perbedaan, lanjut dia, jangan sampai menjadikan pembangunan terhambat, apalagi cuma perbedaan warna, sebab pembangunan harus melibatkan seluruh masyarakat dan berbagai pihak, bukan hanya tanggung jawab pemerintah.
"Nek sing abang dolane karo abang, sing biru karo biru, ra maju (kalau yang merah berteman hanya dengan yang merah, yang biru dengan biru, tidak akan maju, red.)," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Yang punya pangkat, kata dia, "dolane" hanya dengan yang punya pangkat, yang punya uang juga dengan hanya yang punya uang, lanjut Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi, akan membuat sebuah kota sulit maju.
"Dengan `kembul bujana` ini, marilah duduk bersama. Tumpeng ini bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga perhotelan, perbankan, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), dan sebagainya," katanya.
Hendi berharap warga Semarang sudah tidak lagi berbicara mengenai kepentingan pribadi, melainkan kepentingan bersama untuk menjadikan Kota Semarang lebih maju, lebih baik, dan lebih hebat ke depannya.
"Jangan hanya berpikir Semarang `wis nge`i` (sudah memberi, red.) apa `karo` (untuk) aku, tetapi aku `wis nge`i` apa kanggo Kota Semarang. Membangun sebuah kota, perlu banyak tangan," pungkasnya.
Hadir dalam "kembul bujana" menyambut 1 Muharram 1439 Hijriah itu, di antaranya Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, dan jajaran musyawarah pimpinan daerah.
Peringatan 1 Muharram 1439 Hijriah di Kota Semarang itu dimeriahkan pula pergelaran wayang kulit dengan dalang Ki Anom Dwijo Kangko yang mengangkat lakon "Anoman Maneges" dan hiburan lawak oleh Marwoto.
Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024
Terkait
Terpopuler - Seni dan Budaya
Lihat Juga
"Kumbokarno Mlebu Swargo" di Festival Lima Gunung, perkuat kearifan warga desa
23 September 2024 11:44 WIB